Haji dan Ketaatan



Oleh:  Jasli La Jate
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Haji adalah salah satu ibadah yang amat agung. Betapa tidak, dibutuhkan pengorbanan yang luar biasa untuk merealisasikannya. Waktunya pun tidak bisa setiap hari. Harta, tenaga, waktu, pikiran semua dikumpulkan demi memenuhi panggilan Allah yang satu ini. 

Ibadah haji merupakan salah satu bukti keimanan pada Allah. Karena ibadah haji bagian dari rukun iman. Di sana banyak syariat yang wajib ditaati.  Sungguh bahagia bila sudah mampu menapaki kaki di tanah suci. Berkumpul dengan jutaan kaum muslim di seluruh dunia. Berpadu satu di Padang Arafah. Menanggalkan segala pernak-pernik dunia. Harta, jabatan, suku, budaya semua dilepas. Khusyuk beribadah memohon ampunan atas segala dosa.

Begitu banyak yang berlomba-lomba ingin menunaikan ibadah haji. Menabung sedari dini untuk bisa ke sana. Hal ini wajar, karena setiap pengorbanan yang dikeluarkan, semuanya bernilai dan dilipatgandakan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

"Biaya yang dikeluarkan untuk haji, sebagaimana biaya harta yang digunakan untuk biaya jihad fi sabilillah yakni dilipatgandakan 700 kali lipat"
(HR. Ahmad).

Bahkan tak tanggung-tanggung, pahala ibadah haji, Allah mengganjarnya dengan surga. Sesuai sabda Nabi Saw:

"Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas  baginya kecuali surga" (HR. Bukhari).

Ibadah haji berarti ibadah berkorban. Berkorban secara total. Demi meraih pahala surga. Namun diharapkan ibadah haji bukan hanya menjadi ibadah seremonial setiap tahun. 

Ibadah haji merupakan simbol ketaatan kita pada Allah. Ketaatan karena konsekuensi keimanan. Ketika sudah pulang dari ibadah haji seyogianya aktivitas kita juga harus sesuai syariah. Jangan setelah pulang, karena sudah gelar haji lantas tidak melaksanakan perintah Allah, hanya mencukupkan pada ibadah shalat. Yang lain berbuat seenak hati. 

Sebaliknya kita harus semakin taat pada perintah Allah. Ibadah haji yang membutuhkan begitu banyak pengorbanan sudah mampu dilakukan. Apatah lagi ibadah yang lainnya. Karena ibadah haji hanya merupakan salah satu dari sekian banyak perintah Allah.

Memang hari ini kita lihat, saat melakukan ibadah haji, seluruh syariat ketika di tanah suci dilaksanakan. Keimanannya begitu bertambah, kuat sekokoh karang. Namun saat kembali, seketika rapuh, bak kerupuk terkena air. Hanya sedikit yang tetap kokoh melaksanakan perintah Allah. Mengapa demikian?

Inilah buah sistem sekuler. Memisahkan agama dari kehidupan. Sistem sekuler membuat orang hanya taat saat melakukan ibadah haji, taat saat bulan ramadhan, taat saat ke pengajian saja. Padahal kaum muslim harus taat segala keadaan. Tidak bisa hanya taat pada momen-momen tertentu. 

Memang sistem sekuler hari ini membuat kita lupa daratan. Tuntutan ekonomi yang begitu mencekik, tekanan kerja yang kuat, lingkungan sosial yang tidak kondusif, kurikulum pendidikan yang sekularistik, membuat orang tak mampu lagi berfikir jernih. Tak mampu melaksanakan perintah Allah secara total.

Sistem demokasi sekuler menyulitkan kita untuk mewujudkan keimanan secara total. Berbagai perangkap godaan keimanan dimunculkan. Alih-alih pulang dari tanah suci semakin beriman, yang ada malah sebaliknya biasa-biasa saja. 

Untuk mendapatkan ketaatan mutlak, ketaatan total memang hanya dapat diwujudkan melalui sistem Islam. Sistem yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Sistem yang telah dicontohkan oleh suri teladan sepanjang masa, Rasulullah Saw.

Saatnya kita kembali hidup dalam sistem Islam. Karena hanya dalam sistem Islam, kita bisa mewujudkan ketaatan sempurna. Ketaatan sebagai makhluk ciptaan Allah. Wallahu a'lam bishshawab.
Previous Post Next Post