Penguasa Yang Dicintai Dan Yang Dibenci

Oleh: Devi Herlina 
(Mahasiswi PGRI)

Islam tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa”Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap”. (Al-Ghazali, Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hlm.199). Dalam ajaran islam tidak dikenal dengan istilah dwi kekuasaan yang ada hanyalah kekuasaan tunggal. Keberadaan penguasa ialah untuk memelihara urusan umat dan menegakkan hukum-hukum islam (An-Nasafi, Aqa’id an Nasafi, hlm. 142). Tanpa penguasa berbagai perintah dan larangan Allah tidak dapat ditegakkan dan urusan umat terabaikan.

Islam menjelaskan ada dua jenis penguasa di muka bumi, yaitu: penguasa yang dicintai dan penguasa yang dibenci. Penguasa yang Allah cintai adalah penguasa yang adil dan memelihara urusan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Sungguh manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya dengan-Nya adalah pemimpin yang adil.” (HR. At-Tirmidzi). Imam ath-Tabrani, dalam tafsirnya menukil perkataan Ali bin Abi Thalib ra., “kewajiban imam/penguasa adalah berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan dan menunaikan amanah. Jika ia telah melaksanakan hal itu maka wajib orang-orang untuk mendengarkan dan mentaati dia, juga memenuhi seruannya jika mereka diseru...”

Inilah sifat yang dimiliki oleh penguasa yang adil, yakni menjalankan hukum-hukum Allah SWT. dan menunaikan amanah (memelihara urusan umat). Namun bagaimana dengan pemimpin yang dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda “Manusia yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari-Nya adalah pemimpin yang jahat.” (HR. at-Tirmidzi). Rasulullah menyebutkan ciri-ciri mereka dalam sabdanya “Mereka adalah pemimpin yang ada sepeninggalku, yang tidak menggunakan petunjukku dan tidak mengikuti sunnahku. Siapa saja yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu kezaliman mereka, mereka itu bukan golonganku dan aku bukan golongan mereka.” (HR. Ahmad). Nabi saw. menyebutkan ciri-ciri imarah as-sufaha, yakni tidak menjadikam islam sebagai aturan dalam kehidupan dan kerap membohongi umat dan menzalimi mereka. 
Sebagai contoh pemimpin kita sekarang yang mencampakkan islam sebagai aturan hidup, menghalalkan ekonomi kapitalis berbasis ribawi dan melegalkan minuman keras, dll. Pemimpin sekarang lebih senang berkhayal tentang kemajuan namun tidak berusaha untuk menjadikannya sebuah kenyataan. Alhasil menjadikan indonesia sebagai negara price taker dan pengekor dari sistem politik dunia yang mendominasi yakni kapitalisme global yang menghasilkan berbagai problematika bagi umat. Islam mengancam bagi pemimpin yang zalim dengan ancaman Allah akan menelantarkannya pada hari kiamat, dimasukkan kedalam neraka dan diharamkan baginya syurga, sebagaimana yang telah disabdakan oleh rasulullah saw. “Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad).

Untuk itu wajib bagi kita mengkritik kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat dan menasehati pemimpin untuk menerapkan islam sebagai aturan hidup sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau memimpin daulah di Madinah dan menunaikan amanah umat sehingga terciptalah pemimpin yang dicintai Allah SWT.
Previous Post Next Post