Pendidikan Dalam Jerat Liberalisasi Global

Oleh : Nurhikmah 
(Anggota Smart With Islam Kolaka)

Pendidikan merupakan tonggak peradaban suatu bangsa. Bangsa yang mandiri sejatinya ditopang oleh sektor pendidikan yang kuat. Namun, kenyataan potret pendidikan kita saat ini menunjukkan masih carut marutnya kualitas sistem pendidikan di Indonesia. Upaya jalan pintas berupa pinjaman pada Bank Dunia akhirnya menjadi solusi yang ditempuh pemerintah saat ini. 

Seperti dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia menyetujui pinjaman senilai US$250 juta atau setara Rp 3,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS) untuk mendukung program peningkatan mutu madrasah dasar dan menengah di Indonesia.Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Komaruddin menyatakan pengembangan modal manusia merupakan salah satu prioritas utama pemerintah. Karenanya, penting untuk memastikan seluruh anak Indonesia menerima pendidikan yang bermutu (Senin, 24/6).

Pinjaman Bank Dunia dalam sektor pendidikan ini mengundang respon berbagai pihak. Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Maksum Machfoedz menanggapi soal penggunaan dana pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) untuk peningkatan mutu madrasah. Dia mengaku secara umum tidak mempermasalahkan ihwal peminjaman dana dari Bank Dunia itu. "Pengalaman selama ini untuk urusan kualitas sosial seperti ini tidak jelas hasilnya. Banyak manipulasi dan tidak efektif. Ini menjadi tantangan," kata Maksum Machfoedz, Republika.co.id, Kamis (20/6).

Lain halnya dengan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas mempertanyakan dari mana uang untuk membayar dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) dari Bank Dunia untuk peningkatan kualitas madrasah. Dia mengaku belum melihat sumber dana yang bisa digunakan untuk membayarnya. "Bayarnya bisa apa enggak. Siapa yang bayar nanti. Dari mana Kementerian Agama dapat uang? Kalau untuk pembinaan madrasah pasti habis, uangnya enggak akan ada yang balik," kata dia,  Republika.co.id Kamis (20/6).

Liberalisasi Pendidikan Pangkal Kerusakan
Sesungguhnya mekanisme pemberian pinjaman bukanlah hal yang baru dalam sektor pendidikan. Sejak masuknya Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade Organization) memiliki dampak yang sangat luas yakni Indonesia diharuskan menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan di 12 sektor jasa termasuk perdagangan jasa pendidikan. Sebagaimana idiom sederhana, tidak ada makan siang gratis di dunia kapitalis seperti saat ini.  

Program pinjaman yang terlihat baik pengggunaannya dalam perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan membawa konsekuensi nyata dalam dunia pendidikan kita saat ini.  Program ini perlu disadari membuka pintu selebar-lebarnya kepada pihak asing untuk turut campur dalam dunia pendidikan kita saat ini. Strategi sistematis untuk menjamin terlaksananya liberalisasi pendidikan di Indonesia. Sistem Kapitalisme yang terealisasi di negeri ini menjadikan minimnya peran negara dalam melayani masyarakat termasuk dalam sektor pendidikan. Sejalan dengan arus globalisasi, pendidikan akhirya dipandang sebagai industri tersier. Akibatnya pendidikan kian hari semakin mahal. Oleh karenanya alih-alih untuk peningkatan kualitas pendidikan namun faktanya Intervensi pihak asing dalam dunia pendidikan sejatinya merupakan penyempurnaan bentuk penjajahan di negeri ini. 

Sejarah Peradaban Pendidikan Islam
Sejarah peradaban pendidikan dalam negara islam bukanlah sebuah cerita fiktif belaka. Sekolah sebagai sarana pendidikan formal pertama kali diperkenalkan pada abad ke 5  H. Lembaga pendidikan dalam islam berkembang karena banyaknya wakaf dari umat islam. Di Suriah misalnya berdiri Sekolah Shadiriyyah tepatnya di Damaskus pada tahun 391 H. Kemudian di ikuti oleh wali Damaskus, Rasa’ Bin Nadzif yang membangun sekolah Rasa’iyyah. Sejak era Nidzam al Malik at-Thusi (1018-1092 M) mulai dibangun sekolah negeri yang dibiayai oleh negara dengan seragam dan pakaian khas. Sekolah ini dinamakan Sekolah Nidzamiyyah yang secara khusus mengkaji ilmu fikih dan hadits. Seluruh kebutuhan pelajar, baik sandang, pangan, papan dan pangannya dipenuhi bahkan mendapatkan uang saku perbulannya. Sekolah sejenis kemudian berkembang di Irak dan Khurasan hingga tak ada satu kota pun yang tidak memiliki sekolah. Sekolah-sekolah tersebut kemudian dilengkapi dengan perpustakaan dan seluruh peserta didik dapat menempuh pendidikan secara gratis. 

Pembiayaan Pendidikan dalam Islam
Sektor Pendidikan Jadi perhatian dalam Islam. Islam menetapkan pemenuhan kebutuhan pendidikan menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara untuk rakyatnya. Negara wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai sepetri gedung sekolah, laboratorium, balai penelitian, buku pelajaran pendukung, dan lain sebagainya. Dari sisi tenaga pendidik, negara menyiapkan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya dengan gaji yang cukup. Khalifah Umar Bin Khattab ra pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di madinah sebanyak 15 dinar setiap bulannya yang diambil dari Baitul Mal.

Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Islam diambil dari Baitul Mal yaitu dari Pos Fai’ dan Kharaj serta Pos Milkiyyah ‘ammah. Seluruh pendapatan negara yang dimasukkan dalam pos tersebut boleh dipergunakan untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan pendidikan dari dua pos tersebut tidak mencukupi, maka negara meminta sumbangan secara sukarela dari kaum muslim. Jika yang demikian pun tidak mencukupi, maka dalam kondisi seperti ini, Allah SWT memberikan hak kepada negara untuk menarik pajak secara selektif yang dibebankan pada pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan saja. Hal ini disebabkan karena dalam pandangan islam pajak bersifat pelengkap bukan sebagai sumber pemasukan utama negara.

Umat Islam memiliki sejarah kegemilangan di bidang pendidikan dengan output yang mengagumkan, tercatat dengan tinta emas peradaban, kini tak lagi bisa dijumpai dinegeri islam manapun, hanya segolongan kecil umat saja yang mampu berprestasi sedang mayoritasnya masih dalam kubangan liberalisasi global. 

Alhasil, kita butuh perisai yang akan melindungi dari jeratan liberalisasi pendidikan, beralih kepada kehidupan yang lebih mensejahterakan dalam ketaatan yang kaffah dibawah naungan sistem pemerintahan Islam yang agung. Hanya sistem ini yang mampu menghadirkan keridhoan Allah karena berstandar hanya pada syariah-Nya. Wallahu a’lam.
Previous Post Next Post