Human Traffiking Berkedok Pernikahan

Penulis : Octcha Dhika Rizky

Kaum hawa lagi-lagi menjadi korban kebiadaban dunia. Mereka yang seharusnya dijaga dan dimuliakan, malah diperjualbelikan layaknya barang dagangan. Berawal dari ikatan suci bernama pernikahan, mereka pun sengaja dijebak.

Seperti dikutip dari laman Kompas.com (19/7/2019), Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, membenarkan ada perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di China. Retno menjelaskan, para perempuan itu dikirim ke China untuk menikah dengan lelaki asal Negeri Tirai Bambu tersebut dan diberi imbalan sejumlah uang. Hukum di Indonesia berpandangan bahwa peristiwa itu dikategorikan sebagai bentuk perdagangan manusia.

Sangat miris. Pernikahan yang didambakan banyak perempuan, justru menjadi bumerang yang berbalik menyerang mereka. Sekarang, siapa lagi yang patut dipersalahkan? Si perempuan, orang tua, agen, lelaki Tionghoa, atau pemerintah China? Entahlah.

*Menggali Akar Masalah Human Trafficking*
Berbagai faktor bisa menjadi penyebab terjadinya human trafficking (perdagangan manusia). Dari pihak korban, faktor ekonomi menjadi alasan utama. Diiming-diimingi nafkah besar dan biaya hidup untuk keluarga, akhirnya meluluhkan hati si perempuan dan keluarganya. Ditambah para korban yang berasal dari keluarga dengan taraf ekonomi menengah ke bawah, serta tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini menjadikan mereka tak banyak tahu tentang dampak di balik pilihan yang mereka ambil.

Apalagi para pelaku, terutama pihak agen yang sangat memukau dalam mengumbar janji. Mereka berdusta dan menipu orang lain demi keuntungan pribadi. Begitu pula dengan lelaki yang akan menjadi calon pengantin. Bukannya menjadi suami yang melindungi istrinya, justru mereka memperlakukannya dengan cara yang tidak manusiawi. Disiksa, dipekerjakan, dijadikan budak seks, sampai dijual untuk meraup keuntungan.

Bagaimana dengan pemerintah? Kasus perdagangan manusia ini semakin menunjukkan keteledoran dan kelalaian pemerintah dalam menjaga warga negaranya. Harusnya, pemerintah menjadi pihak paling bertanggung jawab yang membentengi para perempuan dari kasus pelecehan maupun perdagangan manusia. Pemerintah China sebagai negara pelaku juga menganggap enteng masalah ini. Bagi hukum di China, kasus pengantin pesanan seperti ini bukanlah masalah perdagangan manusia, tapi hanya sebatas masalah keluarga. Bagaimana mungkin kasus yang melibatkan hubungan antar negara disebut sebagai masalah keluarga? Lucunya.

Faktor ekonomi, kepentingan, dan kelalaian pemerintah hanyalah faktor cabang yang menjadi penyebab human trafficking. Akar yang menjadi sumber utama kasus ini adalah sistem sekulerisme yang menjerat manusia dan negara. Sejak dipisahkannya pengaturan kehidupan oleh agama, maka kehidupan berjalan sendiri tanpa aturan dan bersandar kepada manusianya. Akibatnya, kesengsaraan dan kerusakanlah yang terjadi.

Human trafficking adalah satu dari kerusakan sistem sekuler. Ketika agama tidak menjadi asas pertimbangan pernikahan bagi seorang perempuan dan keluarganya, maka asas manfaat menjadi prioritas yang berdampak buruk pada pernikahan itu sendiri. Ketika agama bukan sebagai pengontrol bagi seorang "Mak Comblang" untuk menjadi perantara pernikahan, maka segala cara dihalalkan meski harus dengan menipu dan menjual manusia. Ketika agama tidak menjadi landasan kehidupan bagi seorang lelaki, maka apa yang akan menjaganya agar mampu memuliakan istrinya. Ketika agama dipisahkan dari negara, maka pemerintah pun turut berlepas tangan dari masalah rakyatnya. Mengembalikan semua pada masalah keluarga masing-masing.

Begitulah sistem sekulerisme. Akar masalah yang melahirkan banyak ketimpangan. Sebab asas ini lahir dari pemikiran manusia yang menginginkan kehidupan tidak lagi diatur oleh agama. Hasilnya, lihatlah dunia yang makin hari makin menggila dengan segala fenomena yang miris. Lalu, ke mana lagi kita mencari solusi?

*Menemukan Solusi Terbaik dari Sistem Terbaik*
Tak ada manusia yang sempurna, ibarat pepatah "Tak ada gading yang tak retak". Manusia sering melakukan salah dan khilaf. Manusia juga makhluk yang lemah, terbatas, serba kurang, dan bergantung kepada selainnya. Aturan yang dibuat manusia pun juga lemah dan memungkinkan adanya kecacatan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Dzat yang lebih hebat dari dirinya untuk memberikan pengaturan yang sempurna. Dzat itu adalah Sang Pencipta yang telah menyediakan aturan yang kompleks dan tepat untuk manusia.

Allah SWT sebagai Pencipta alam semesta yang sebenarnya, telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa sebuah agama yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Dia telah meridlai agama itu untuk manusia, itulah Islam. Namun Islam berbeda dengan kebanyakan agama yang kita kenal hari ini. Islam bukan hanya sebatas agama yang mengatur ibadah ruhiyyah. Tapi juga sebagai ideologi (sistem kehidupan) yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Setiap permasalahan, Islam memiliki solusinya, termasuk masalah human trafficking.

Dalam Islam, agamalah yang menjadi landasan utama manusia dalam berbuat. Untuk pernikahan, agama menjadi dasar bagi seseorang untuk menentukan calon pasangan, proses pernikahan, hingga menjalani kehidupan pasca pernikahan. Baik suami atau istri harus memahami tugasnya masing-masing. Agama yang menjaga mereka untuk berkata dan bersikap yang semestinya. Agama yang menghindarkan mereka dari tindakan yang melanggar hukum syara', seperti kekerasan dalam rumah tangga.

Tak kalah penting, dalam persepsi Islam, negara menjadi pilar utama yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Penerapan hukum syara' secara totalitas oleh negara menjadikan kehidupan penuh keberkahan, mulai dari ekonomi yang merata dan sejahtera, pendidikan memadai, hingga keamanan bagi rakyat terutama para perempuan. Sayangnya, keberkahan ini tidak akan terwujud pada sebuah negara yang masih kukuh dengan sistem sekuler. Solusinya, hadirkan sebuah negara dengan sistem terbaik yang menjadi penjaga umat. Negara itu adalah Khilafah Islamiyah, sebuah institusi yang akan menerapkan Islam secara kaffah (keseluruhan).

Sejarah telah membuktikan bagaimana luar biasanya Islam memuliakan perempuan. Islam mengangkat derajat perempuan yang dianggap manusia kelas dua menjadi makhluk terhormat. Bahkan sebuah surat di Al-Qur'an dibuat khusus untuk perempuan (An-Nisa'). Bakti kepada ibu pun lebih didahulukan tiga kali dari ayah. Islam juga menghapuskan kebiasaan bangsa Arab yang membunuh anak perempuan mereka. Islam menjadi negara yang paling memperhatikan kondisi perempuan, mulai dari aurat hingga pernikahan. Ke mana lagi kita akan mencari solusi kalau bukan dari Islam?
Previous Post Next Post