Gaduhnya Sistem Zonasi

Oleh : Elpiani Basir, S.pd
(pemerhati pendidikan Andoolo, 
Sulawesi Tenggara)

Sistem zonasi yang diharapkan bisa menjadi solusi pendidikan di negeri ini justru menimbulkan masalah baru. Dewan Pendidikan Kota Kediri mencurigai banyaknya kartu keluarga (KK) titipan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang SMA/SMK di Kota Kediri. 

Akibatnya, anak warga asli Kota Kediri gagal masuk zona sekolah dekat rumah mereka. Ketua Dewan Pendidikan Kota Kediri mengungkapkan bahwa "Kuat dugaan warga yang punya anak masih SMP, setahun atau dua tahun sebelum masukSMA/SMK titip KK pada keluarga kerabat yang domisilinya dekat dengan sekolah,"(kompas.com,21/6/2019). 

Heri juga menjelaskan Muncul Kejanggalan Saat Pendaftaran akibat banyaknya KK titipan, warga Kota Kediri yang berada dalam zona yaitu kelurahan yang jaraknya 1 -2 km dari sekolah, gagal msuk SMA yang dituju. Heri mencontohkan, calon peserta didik yang diterima jarak antara  tempat tinggal dengan sekolah di bawah 50 meter. Padahal logikanya, sekolah di seputar Jalan Veteran dan Jalan Penanggungan, Kota Kediri dengan asumsi jarak sedimikian dekat kurang masuk akal, karena di kawasan tersebut selain sekolah ada perkantoran yang bukan tempat tinggal warga(kompas.com,22/06/2019).

Perlu pengkajian ulang

Penerapan sistem zonasi sebaiknya dikaji kembali apakah bisa menjadi solusi yang solutif atau justru sebaliknya, sebab salah satu masalah utama yang timbul dalam PPDB adalah ketidakseimbangan daya tampung sekolah (supply) yang terbatas dengan  jumlah pendaftar (demand).

 Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam hak para siswa untuk menerima pendidikan. Pemerintah harus memperhatikan nasib para pelajar yang tidak  kebagian tempat sekolah. Sebab, murid-murid yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri memiliki kesempatan yang terbatas untuk dapat menempuh tahun ajaran baru berbarengan dengan rekan-rekannya di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sebagai contoh, pengumuman hasil PPDB dilakukan sepanjang minggu kedua bulan Juli 2018, sementara kalender tahun ajaran 2018/2019 dimulai serentak di minggu setelahnya. Calon siswa yang tidak lolos PPDB hanya memilki waktu kurang dari satu minggu untuk mencari sekolah yang mau menerimanya.

Akibat gagal masuk sekolah negeri, siswa hanya memiliki pilihan untuk dapat mendaftarkan diri di sekolah swasta. Namun, kebanyakan sekolah swasta sudah menutup masa pendaftaran siswa baru, bahkan jauh sebelum prosedur PPDB dibuka (biasanya sekitar bulan Maret-April). Jadi, siswa-siswa dipaksa menunggu hingga tahun ajaran selanjutnya untuk dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.

 Walhasil tujuan diberlakukannya sistem zonasi tidak tercapai, karena pada praktiknya masih ada siswa yang harus menempuh jarak yang jauh untuk sekolah, dan siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu menjadi terbebani dengan biaya yang diminta oleh sekolah swasta. 

Sistem zonasi PPDB adalah solusi tambal sulam problem pemerataan pendidikan sebab pada dasarnya akar masalah pendidikan bukan sekedar soal zonasi, tapi soal perhatian dan tanggung jawab negara dalam mewujudkan pendidikan bermutu bagi seluruh warga negara, tanpa kecuali.

Sistem zonasi adalah bukti pemerintah sebagai agen regulator semata, karena menjalankan amanat kapitalisme. Jika serius, pengadaan fasilitas sekolah dapat direncanakan lebih awal karena pemerintah punya data jumlah penduduk. Dan dapat memprediksi jumlah anak usia sekolah.

Inilah kegagalan sistem Kapitalisme dalam mewujudkan pendidikan bermutu di seluruh wilayah dikarenakan minusnya tanggung jawab pemerintah terhadap hak-hak rakyatnya. 
Di dalam kapitalime, setiap kebijakan diatur berdasarkan pertimbangan untung dan rugi. Apapun yang tidak menguntungkan  meski itu terkait dengan masa depan anak bangsa, maka akan sangat sulit terealisasi. Karenanya, tidak akan pernah terwujud pemerataan pendidikan yang akan menghasilkan generasi tangguh, jika dunia pendidikan masih dalam kungkungan oleh kapitalisme. 

Solusi yang solutif 

Sebenarnya ada sistem pendidikan yang sangat solutif ditengah gaduhnya sistem pendidikan hari ini yaitu sistem pendidikan islam. Dalam sistem kepemimpinan Islam, pendidikan merupakan hajat atau kebutuhan dasar bagi setiap warga negara. Pendidikan dalam Islam adalah upaya dasar, terstruktur, terprogram dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang akan memiliki kepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu terapan dan memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna. 

Dalam sistem Islam, tanggung jawab penyelenggaraan proses pendidikan ada pada negara, dalam hal ini adalah seorang Khalifah. Khalifah wajib membuka dan membangun sekolah sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Khalifah juga wajib menyelenggarakan pendidikan yang mudah diakses untuk semua kalangan, baik kaya atau miskin tanpa mempersulit dengan aturan administrasi seperti sistem zonasi hari ini, bahkan semua pembiayaan (gaji guru, fasilitas sarana dan prasarana pendidikan) ditanggung oleh negara yang diambil dananya dari Baitul Mal. 

“Seorang Imam ( khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR Bukhari dan Muslim).  
 Sistem pendidikan dalam islam disusun dari sekumpulan hukum syara dan berbagai peraturan administrasi yang berkaitan dengan pendidikan formal. Semua itu  terpancar dari akidah Islam dan mempunyai dalil syari. 

Sedangkan berbagai peraturan administrasi di bidang pendidikan merupakan sarana dan cara yang diperbolehkan (hukumnya mubah) yang dipandang efektif oleh pemerintah dalam menjalankan sistem pendidikan dan merealisasikan tujuan pendidikan.   Hal itu ditempuh juga dengan melengkapi sekolah- sekolah, akademi-akademi dan universitas-universitas dengan perlengkapan yang dibutuhkan  seperti laboratorium dan berbagai sarana pendidikan yang sesuai.

Demikianlah sistem pendidikan islam memberikan ruang dan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas. Wallahu A'lam bissawab.
Previous Post Next Post