Cinta diliberalisasi, Kehancuran di Ambang Pintu

Penulis : Nurhalimah

Perasaan cinta pada diri setiap individu manusia adalah fitrah adanya. Cinta adalah naluri untuk saling berkasih sayang, saling menjaga dan membahagiakan pasangan hingga kelak sampai diakhirat. Cintu itu suci adanya sebab berasal dari Al Haqq yang Maha pemberi kasih sayang dialah Allah swt. Olehnya itu benih-benih cinta yang tumbuh diantara dua insan harus dipupuk sesuai jalan yang benar (haqq) melalui ikatan pernikahan bukan dengan jalan bathil seperti pacaran. 

Namun dewasa ini kesucian cinta itu telah banyak ternoda oleh para pecandu cinta yang minim komitmen sehingga memilih jalan yang murah lewat pacaran. Dengan tanpa merasa malu mereka menjalin cinta yang belum halal. 
Mirisnya pacaran seakan telah membudaya dan mengakar kuat ditengah masyarakat. Bahkan telah merambah kedunia remaja. Hasil survei PILAR (Pusat Informasi dan Layanan Remaja) 2015 terkait perilaku seksual remaja pada 2.843 responden, menunjukkan bahwa 73,4 persen mengaku pertama kali pacaran pada usia 10-15 tahun. (suaramerdeka.com).
Bukan sampai situ, dari responden yang sudah pacaran, mereka melakukan perilaku beresiko seperti ciuman sebanyak 24.6 persen, pelukan 43.7 persen memegang organ reproduksi 11.2 persen, mengesek-ngesekkan alat kelamin 2.4 persen dan melakukan hubungan seks 2.2 persen. 
Padahal remaja/pemuda adalah aset bangsa yang akan menjadi penerus perjuangan. Namun jika generasi remajanya rusak siapa yang harus diharapkan lagi ? Seharusnya ini menjadi fokus perhatian utama negara.
Liberalisme Sumber Masalah
Adanya kehidupan yang serba bebas tanpa kontrol (baca:leberal) adalah biang masalah. Kaum wanita bebas mengumbar aurat, bebas keluar rumah, bebas jalan dengan yang bukan muhrim, bebas pacaran, sampai bebas melakukan zina asal sama-sama ridho muncul akibat adanya kehidupan liberal yang lahir dari rahim paham kapitalis-sekuler. Paham yang memisahkan agama dengan kehidupan, sehingga agama hanya sebatas agama ritual bukan sebagai aturan dalam berkehidupan. Sehingga menjalin hubungan diluar nikah atau sebatas pacaran akan dianggap sah-sah saja. 
Padahal islam bukan sekedar agama yang mengatur bagaimana beribadah di masjid, atau sekedar sholat, zakat, puasa, haji atau hanya sekedar mengatur masalah akhlak. Tapi islam adalah sebuah mabda (ideologi) yang darinya lahir peraturan hidup untuk mengatur segala aktivitas kehidupan. Salah satu diantaranya mengatur pergaulan antar sesama yang bukan muhrim. Dimana kehidupan wanita dan pria yang bukan muhrim didalam islam adalah terpisah. Tidak boleh ikhtilat (campur baur) atai bahkan sampai berkhalwat (berdua-duaan) dengan yang bukan muhrimnya. Sebagaimana dalam sabda nabi saw : 
“Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)
Seorang wanita dan pria juga diperintahkan untuk senantiasa menundukkan pandangan terhadap yang bukan halal baginya. Dan bagi seorang wanita dianjurkan untuk tetap dirumahnya kecuali ada unsur syari yang mengharuskannya untuk keluar rumah dengan syarat harus menutup aurat secara sempurna. 
Dalam islam juga diharamkan mendekati zina apalagi sampai berzina. 
Allah swt berfirman : 
" Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk". (QS. Al Isra : 32)
Allah swt juga memerintahkan untuk berislam secara kaffah (menyeluruh). Bukan mengambil sebagian aturan Allah dan justru membuang sebagian yang lain. Atau bahkan mengaku islam tapi mengambil sistem lain selain islam (kapitalisme, sekularisme, liberalisme). 
Oleh karena itu untuk menerapkan islam sepenuhnya diperlukan sistem pemerintahan islam. Sebab hanya dengan adanya sistem pemerintahan islam (khilafah) segala syariah islam akan mudah terterapkan yang dengan begitu segala permasalahan negeri dapat teratasi. Back to Islam, Back to Khilafah.
Previous Post Next Post