Penambangan ala Kapitalis yang Miris

Oleh :  Riyulianasari 
(aktivis dakwah dan penggiat tulis opini palembang)

Banjir bandang kembali menerjang wilayah Konawe Utara membuat ratusan rumah tenggelam, ribuan masyarakat mengungsi, akses jalan putus. Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Tenggara (Sultra), Lukman Abunawas menyebut kegiatan pertambangan dan kerusakan lingkungan menjadi penyebab banjir bandang yang melumpuhkan kabupaten Konawe Utara (Konut). Menurutnya, sejak menjadi daerah otonomi baru (DOB), banjir yang terjadi kali ini merupakan banjir terparah yang meluas hingga 6 kecamatan. 

“Ini memang karena di sana banyak aktivitas penambangan dan juga karena lingkungan hidup yang sudah tidak tertata dengan baik. Sehingga itu menjadi salah satu penyebab banjir di sana,” kata Lukman, Selasa (11/6/2019)_Jefri/ZONASULTRA.COM.

 Selain keberadaan tambang dan kerusakan lingkungan di Konut, mantan Sekda Sultra itu juga menyebutkan, kurangnya daerah resapan air menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Terlebih di Konut, banyak drainase yang kurang tertata dengan baik.

Akibat banjir bandang yang terjadi di Konut mengakibatkan akses transportasi di delapan titik wilayah Kecamatan Langgikima, Oheo dan Asera lumpuh total, hingga membuat ribuan masyarakat di 5 kecamatan, Asera, Oheo, Landawe, Langgikima dan Wiwirano terisolasi. Untuk menyelamatkan diri dari serangan banjir, warga mengungsi di area pegunungan.

Banjir di Kabupaten Konawe Utara Propinsi Sulawesi Tenggara. Seolah bencana datang silih berganti tanpa henti. Banjir yang terjadi bukanlah tanpa sebab. Di Konawe Utara telah teejadi penambangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh 522 perusahaan menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini diketahui oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara, penambangan yang dilakukan oleh 522 perusahaan itu  mempunyai surat IUP (Ijin Usaha Penambangan) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Sultra. Ternyata 522 perusahaan itu mempunyai utang kepada pemerintah sebanyak 265 miliar. 

Sungguh miris, dampak penambangan itu mengakibatkan bencana banjir bagi rakyat, sesungguhnya benar sekali Sabda Rosulullah bahwa 'barang siapa menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya'. Jabatan dijadikan alat untuk melegalkan perambahan hutan dan pengrusakan lingkungan dengan mengijinkan penambangan oleh perusahaan dengan perjanjian bahwa pemerintah akan mendapatkan keuntungan besar dari perusahaan.

Setelah terjadi bencana banjir dan kerusakan lingkungan, barulah pemerintah menghentikan ijin penambangan bagi perusahaan, ibarat nasi sudah menjadi bubur, setelah negara rugi dan rakyat menjadi korban banjir. Hal ini akan terus terjadi dalam sistem Kapitalis Demokrasi, karena negara menjamin kebebasan kepemilikan bagi individu untuk memiliki hutan, tambang yang disamarkan dengan nama Perusahaan. 

Belum lagi pembangunan infrastruktur atas nama untuk kemajuan dan kepentingan rakyat, yang juga mengakibatkan banjir, seolah manusia kehilangan akal sehatnya untuk memahami sifat air, fungsi hutan dan yang lainnya. Mereka lebih memilih keuntungan materi daripada memikirkan dampak bagi lingkungan. Sistem Kapitalis membuat rusak cara berfikir manusia yang selalu memikirkan materi untuk mencapai kebahagiaan hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika negara memberikan Surat Ijin Penambangan untuk 522 perusahaan karena mereka menjanjikan keuntungan materi bagi pemerintah.  Maka didalam Al-Quran pun Allah menggambarkan sifat sifat orang munafik yang berdalih 'melakukan perbaikan padahal mereka merusak'. 

Oleh karenanya, selama kita bertahan dengan sistem Kapitalis Demokrasi dengan aqidah sekulernya dan materi sebagai tujuan kebahagiaan hidup manusia, maka persoalan kerusakan lingkungan akan terus terjadi. Maka tidak ada solusi yang tepat selain mengganti sistem Kapitalis Demokrasi yang rusak dengan Sistem Islam yang baik.
Previous Post Next Post