Liberalisme Lahirkan Generasi Kriminal


Oleh: Eva Rahmawati 
Pemerhati Sosial

Di era digital saat ini, siapa yang tak kenal Mobile Legends. Apa itu Mobile Legends? Dilansir dari wikipedia, Mobile Legends: Bang Bang adalah game mobile MOBA yang dikembangkan dan diterbitkan oleh Shanghai Moonton Technology. Sebuah game online yang digandrungi oleh generasi milenial. Disenangi kalangan anak-anak dan dewasa. Para pemainnya pun tidak memandang gender. Baik laki-laki maupun perempuan gemar memainkan Mobile Legends.

Indonesia memiliki pengguna aktif per bulannya mencapai 50 juta orang per September 2018. Berdasarkan keterangan tertulis dari Nimo TV, Kamis, 17 Januari 2019, Indonesia menjadi kontributor pengguna aktif bulanan terbesar Mobile Legends dengan angka 29,4 persen dari total 170 juta pengguna aktif per bulan secara global. Jumlah tersebut sama dengan 49,98 juta pengguna aktif. Dengan banyaknya pengguna, game besutan Moonton itu jadi salah satu cabang game yang paling diperhitungkan di dunia e-sports di Indonesia. (Tempo.co, 18/1/19)

Dalam debat capres dan cawapres putaran ke-5 yang berlangsung di The Sultan Hotel, Sabtu (15/4/2019), Mobile Legends masuk dalam pembahasan debat tersebut. Dalam debat bertema ekonomi, kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, perdagangan, dan industri ini, capres nomor urut 01 Joko Widodo menanyakan pada penantangnya soal pengembangan e-sports seperti Mobile Legends, PUBG dan sejenisnya.

Bahkan sebelumnya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi berpendapat e-sport harus mulai masuk ke kurikulum pendidikan untuk mengakomodasi bakat-bakat muda.

"Kurikulum harus masuk di sana, pelatihnya harus masuk di sana. Kalau sudah seperti itu, tentu harus bekerja sama, harus kolaborasi," kata Imam saat ditemui pewarta di Sekretariat Kabinet, Jakarta, Senin (28/1).

Psikolog dan praktisi pendidikan, Najeela Shihab menanggapi wacana dimasukannya e-sport ke kurikulum sekolah. Menurut dia, saat ini masih banyak yang harus diprioritaskan daripada memasukkan e-sport ke dalam kurikulum sekolah. 

Termasuk di dalamya, ada orang tua yang tidak setuju dengan wacana tersebut, dengan alasan game online semacam itu justru dapat membuat pelajar melupakan hal-hal penting dalam pendidikan, seperti bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan juga beribadah. Tidak difasilitasi negara saja generasi muda sekarang larut dalam game online, apalagi sampai difasilitasi. Lebih baik pemerintah konsen terhadap pembentukan karakter pelajar yang kian hari kondisinya memprihatinkan. Terkikisnya sikap hormat dan patuh pelajar terhadap guru dan orang tua. Tak jarang kita jumpai para pelajar yang acuh terhadap tugas-tugas sekolah karena lebih asyik dengan game online. 

Game online memang bak pisau bermata dua. Di satu sisi mungkin mendapatkan manfaat, tapi lain sisi kebanyakan main game online justru bisa mendatangkan mudarat. Apalagi bagi mereka yang sudah kecanduan, hari-harinya akan habis bermain Mobile Legends. Padahal waktunya akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk aktivitas positif lainnya.

Mungkin awalnya mubah, tetapi lama-lama kemubahan tersebut melalaikan, bahkan menyibukkannya dalam kebatilan. Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti sibuk dalam kebatilan.” 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersada, 
"Di antara ciri baiknya keislaman seseorang, ketika dia bisa meninggalkan apa yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya". (HR. Tirmidzi)

Boleh jadi sesuatu yang tidak manfaat itu mubah, tetapi sia-sia. Waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta yang digunakannya pun hilang percuma.

Di samping itu, kecanduan game online memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Para ahli menyatakan bahwa kecanduan game online bisa menimbulkan gangguan atau masalah kesehatan tertentu. Pada orang pecandu game, penelitian menemukan adanya perubahan fungsional dan struktural dalam sistem reward saraf. Reward saraf sendiri merupakan kelompok struktur saraf yang berkaitan dengan perasaan senang, pembelajaran, dan motivasi. (hellosehat.com)

Dampak buruk lainnya adalah penurunan konsentrasi, terpapar radiasi, halusinasi, insomnia, mudah menyalahkan orang lain, dan boros. Segala sesuatu yang bersifat online pasti tidak luput dari yang namanya kuota internet. Akan ada uang yang dikeluarkan untuk bermain Mobile Legends ini. Semakin sering, pasti semakin besar rupiah yang dikeluarkan. Baik bermain di Smartphone maupun di warnet, sama-sama harus mengeluarkan uang. 

Dampak buruk yang lain adalah ada gamer yang bertindak kriminal, seperti yang baru-baru ini terjadi. 

Dilansir oleh viva.com, pada Sabtu, 18 Mei 2019. Seorang gamers online berinisial YS ditangkap oleh jajaran Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Perempuan berusia 26 tahun ini ditangkap setelah membobol bank sebesar Rp1,85 miliar lewat sebuah games online, Mobile Legend.

"Dimana tersangka perempuan, YS, tidak bekerja, asal Pontianak, berhasil bobol bank sehingga salah satu bank ini mengalami kerugian Rp1,85 miliar," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, di Jakarta, Sabtu, 18 Mei 2019. 

Motif yang berhasil diungkap bahwa pelaku menggunakan uang hasil membobol bank untuk membeli fasilitas yang ada di Mobile Legends. Pelaku mengetahui bahwa ini merugikan pihak lain tapi tetap dilakukan hingga berulang kali.

Apa yang dilakukan oleh gamer tersebut di luar batas dan nalar, hanya untuk memenuhi hobinya sampai bertindak kriminal. Ini adalah fenomena gunung es, hanya dipermukaan saja yang terlihat. Bukan hanya orang dewasa saja yang terjerat kriminalitas, namun perkembangannya fakta menunjukkan bahwa pelaku kriminal dari kalangan anak-anak pun meningkat.

Dilansir oleh sindonews.com, 14/3/19. Tindak kriminalitas yang melibatkan anak-anak tiap tahun mengalami peningkatan. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, sejak 2011 hingga akhir 2018, tercatat 11.116 anak di Indonesia tersangkut kasus kriminal.

Tindak kriminal seperti kejahatan jalan, pencurian, begal, geng motor, pembunuhan mendominasi. Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan, jumlah anak yang menjadi pelaku kejahatan pada 2011 mencapai 695 orang. Sementara untuk 2018, jumlah anak yang menjadi pelaku kejahatan meningkat drastis menjadi 1.434 orang.

Ada apa dengan generasi muda negeri ini? Lantas apa penyebab semakin meningkatnya generasi muda yang melanggar norma agama dan hukum tersebut?

Akar masalahnya adalah sekularisme, dijauhkannnya aturan agama (Islam) dalam kehidupan. Mengakui adanya Allah Swt sebagai Sang Pencipta, namun menafikan Allah Swt untuk mengatur kehidupan manusia. Alhasil sistem kehidupan yang ada mengagungkan kebebasan. Kebebasan individu dijamin negara, standar kebahagiaan adalah pemenuhan kebutuhan fisik, tolak ukur perbuatannya asas manfaat, asal ada manfaat untuk dirinya tak peduli merugikan orang lain. Sehingga menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya tersebut. Liberalisasi lifestye menumbuhkan perilaku kriminal. 

Dalam kondisi darurat seperti ini penguasa lebih konsen terhadap pembangunan infrastruktur, bangunan fisik dengan mengabaikan pembangunan SDM. Bergerak ketika masalah muncul, namun tak terpikir upaya pencegahan. Solusi yang diberikan pun hanya tambal sulam. Penguasa lalai melindungi generasi dari kerusakan. 

Untuk menyelamatkan generasi muda, umat butuh solusi komprehensif. Dengan menyingkirkan sekularisme, produk rusak yang melahirkan generasi rusak. Saatnya umat kembali kepada fitrahnya, jadikan Islam sebagai pedoman hidup. Karena hanya Islam satu-satunya solusi, Islam agama syamil wa kamil, bukan hanya mengatur ibadah saja tetapi Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan. 

Sejarah keemasan Islam tak bisa ditutupi, ketika Islam diterapkan menyeluruh menghasilkan generasi unggul.  Generasi yang hanya takut kepada Allah Swt, jauh dari perilaku kriminal. Peran negara khilafah dengan asas akidah Islam, membina warganya untuk beraktivitas dengan dorongan takwallah. Tolak ukur perbuatannya pun halal dan haram. 

Maka terlahirlah sosok Al Fatih pemuda 21 tahun yang berhasil menaklukan Konstantinopel. Dalam usia 20 tahunan, Imam an-Nawawi, menghasilkan berjilid-jilid kitab. Bahkan, Imam Ahmad, bisa mengumpulkan dan hafal lebih dari satu juta hadits. Imam Bukhari juga begitu.

Wallahu a'lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post