Generasi Milineal: Maya Atau Nyata?

Penulis : Erni Yuwana 
(Aktivis Muslimah)

Dunia digital kini menemui peran dan masanya. Kaum milineal menyambut era digital dengan tatapan masa depan yang cerah. Seperti media sosial yang ramai digandrungi generasi muda sebagai sarana untuk saling mengenal, chat, post aktivitas, bahkan jual beli online. Tak ketinggalan, game online juga semarak menghipnotis remaja. Kini, game tidak lagi berada dalam posisi negatif. Game online digadang-gadang mampu menjanjikan rupiah dalam jumlah yang tidak sedikit. Game online kini masuk ke dalam cabang olahraga nasional (e-sport) yang dikejar perolehan medalinya. Dan pemerintah sedang mencoba menggalakkan kaum milineal menjadi pemain game online profesional.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Mempora) Imam Nahrawi berpendapat e-sport harus mulai masuk ke kurikulum pendidikan untuk mengakomodasi bakat-bakat muda. Selain itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menyebut sudah menganggarkan Rp50 miliar untuk menggelar kompetisi-kompetisi di level sekolah. (CNN Indonesia,28/01/2019)

Namun upaya pemerintah untuk mencetak gamer profesional dari kalangan milineal Indonesia ternyata menimbulkan perasaan resah, cemas dan khawatir di dada para ibu dan praktisi pendidikan. Pasalnya, upaya tersebut bisa memicu 
Kecanduan game. Dan hal tersebut berbahaya. World Health Organisation (WHO) memasukkan kecanduan game ke dalam daftar penyakit dalam laporan International Classification of Diseases edisi 11 (ICD-11). Dengan demikian, kecanduan game resmi masuk sebagai gangguan kesehatan jiwa.

Dari sisi kesehatan, Efek kecanduan game bagi anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik dan juga mempengaruhi turunnya kemampuan mengendalikan emosi. Sehingga pemain game cepat mengalami perubahan mood, seperti mudah marah, mengalami masalah dalam hubungan sosial, tidak konsentrasi, dan lain sebagainya.

Seorang peneliti Amerika pernah mempublikasikan hasil risetnya yang dilakukan terhadap anak yang kecanduan bermain game. Ternyata game dapat menyebabkan prilaku brutal dan radikal dalam diri anak-anak. Mereka terinspirasi dari kekerasan yang mereka mainkan melalui game. Riset ini bahkan menyebutkan bahwa bahaya game yang mengandung kekerasan lebih besar daripada film yang menayangkan kekerasan. Hal itu disebabkan dalam game terdapat hubungan interaktif antara fikiran anak dengan dunia maya.

Tidak bisa dipungkiri, game on line menghabiskan banyak uang. Dan berpotensi melahirkan aksi kriminalitas dalam bentuk pencurian dan perampokan untuk mendapatkan uang. Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait game online?

Game Online Dalam Pandangan Islam
Hukum asal dari game komputer atau game on line adalah boleh. Hal itu sesuai dengan kaidah fikih:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَي تَحْرِيْمِهِ

Artinya: “Hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali setelah ada dalil yang mengharamkannya”.

Game atau permainan menjadi haram ketika ada unsur-unsur haram di dalamnya. Untuk itu, perlu diperhatikan batasan-batasan dalam Islam. Game tidak mengandung unsur-unsur kekerasan, brutalitas, seksualitas, pornografi. Sehingga dalam diri anak-anak atau remaja tidak tumbuh kecendrungan kekerasan, sikap gampang menyakiti orang lain, pikiran-pikiran kotor, pornografi dan pornoaksi.  Dan tidak dapat dipungkiri ada pula jenis-jenis game yang membawa manfaat, seperti game yang digunakan sebagai alat bantu belajar. Selain itu, ada juga game yang dapat digunakan dalam pelatihan perusahaan. 

Maka, hendaknya game dimainkan sesuai dengan porsinya, alias tidak berlebihan. Jangan sampai hiburan  melalaikan seseorang dari tugas-tugas pokok seorang hamba, yaitu beribadah kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, sangat disayangkan jika pemerintah menggiring generasi penerus bangsa untuk menjadi gamer profesional dunia Maya. Selain karena berpotensi kecanduan dan efek buruk game, potensi generasi muda sangat disayangkan jika harus bergelut di dunia Maya. Potensi generasi muda sesungguhnya sebagai agen perubahan di dunia nyata. Merubah kondisi umat dari rendah menjadi luhur. Merubah umat dari titik bawah menjadi titik tertinggi dalam segala hal, baik keagamaan, politik, ekonomi, sosial, sains, teknologi, dll. Itulah peran generasi penerus bangsa yang sebenarnya. Benar, potensi generasi muda sebenarnya di dunia nyata. Bukan terjebak di dunia Maya yang khayali. Wallahua'lam bis showab

Post a Comment

Previous Post Next Post