Duka Negeri Khatulistiwa

Penulis :  Oom Rohmawati 
(Penulis Islam Kaffah)

Negeri Khatulistiwa yang kaya dengan Sumber daya alamnya, lagi-lagi berduka. Berulang kali di guncang dengan berbagai macam musibah, mulai dari longsor di mana-mana, gempa bumi di Lombok, Donggala, Palu  Sulawesi Tengah, tsunami, gunung meletus  dan yang terbaru ini terjadi di Papua Tengah, Sabtu  16 Maret 2019 banjir bandang  menerjang  9 Kelurahan, di Kecamatan Sentani Kabupaten  Jayapura Papua. Musibah itu menelan banyak korban jiwa dan di perkirakan akan terus bertambah.     Data  terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana   (BNPB)  hingga Senin pukul 15.00 WIB, mencatat  79  orang tewas dan 43 korban hilang belum ditemukan. Lebih dari 4  ribu orang terpaksa harus mengungsi. 

Sebagai seorang muslim tentunya tatkala terkena musibah harus disikapi dengan ke imanan dalam arti sesuai tuntunan syariah,  yaitu dengan sikap ridho dan sabar. Karena apapun bentuk musibah itu sudah menjadi qodho (ketentuan) Allah.  Bagi kaum muslim musibah dan bencana alam merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah SWT.    Sebagaimana FirmanNya :  " Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan kelaparan.   Juga berkurangnya harta,   jiwa dan buah-buahan.  Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar"  (TQS : Al-Baqarah [2]:155 ). 

Bahkan bagi umat muslim, musibah akan menjadi wasilah penghapusan dosa-dosa, Rasulullah SAW   bersabda:    "Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah hingga tertusuk duri kecuali Allah pasti menghapus dosa-dosanya." (HR al- Bukhari  Muslim). 

Namun tidak menutup kemungkinan jika musibah yang terjadi akibat dari kesalahan atau ulah manusia itu sendiri, dengan berbagai macam perilaku maksiat, pelanggaran pada syari'at Allah SWT.  Menyebarnya barang haram, perzinaan, riba, dll  menjadi penyebab datangnya azab Allah SWT.  Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : "Jika zina dan riba telah merajalela di suatu Negeri, berarti  menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri"  (HR  Al- Hakim, Al- Mustadrak, 2/42 ). 

Ironisnya bagaimana penguasa dan pemimpin negara dalam meri'ayah rakyatnya, yang terkena musibah yang terjadi di Kecamatan Sentani kurang peka dan peduli.     Melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana  (BNPB) Pemerintah hanya memberikan bantuan dana sebesar Rp 1 miliar (Suara.com).  Beberapa tokoh publik menyikapi dengan berbagai ungkapan. Sebut saja Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang melayangkan kritikan  terkait anggaran penyelenggaraan Apel Kebangsaan sebesar 18 miliar. Pasalnya, acara tersebut bersamaan dengan peristiwa musibah Papua, namun dana yang di berikan pemerintah daerah untuk korban  hanya 1 Miliar.  Hal senada di ungkapkan oleh Aktivis Kemanusiaan Natalius Pigai. Ia begitu prihatin di tengah kepiluan ini.  Uang negara milyaran rupiah justru di hambur-hamburkan untuk seremonial temu tokoh, masyarakat dan artis, hingga terkesan lebih memprioritaskan warga tertentu ketimbang duka rakyat yang lain. 

Apel Kebangsaan yang  di  inisiasi Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan telah di gelar Minggu, 17 Maret lalu. Acaranya dimulai dari pagi hingga siang hari, dibeberapa lokasi, antara lain di lapangan Pancasila Simpang Lima Semarang. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kerap di kritik,  lantaran acara itu menggunakan uang APBN yang notabene uang rakyat.

Bukan hanya tidak sebandingnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membantu korban bencana tapi karena tidak tuntasnya dalam penanganan. Ketika saudara-saudara yang lain memberikan sedikit hartanya untuk meringankan beban saudaranya yang terkena musibah, tidak teratur, pendistribusian tidak merata, bahkan sampai terjadi penjarahan dana Bansos.    Ini   terjadi karena riayah pemimpin yang tidak punya sifat mengayomi, melindungi dan tidak di jalankan peranannya. 

Berbeda dengan sistem Islam dengan Khilafahnya.  Seorang pemimpin  (Khalifah) sadar betul bahwa ada tanggung jawab yang besar yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Tanggung jawab dunia akherat.  Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengibaratkan pemimpin itu laksana pengembala,  sabdanya :                   "Imam itu adalah pelayan (pengembala) yang akan di mintai pertanggungjawaban akan rakyatnya  (yang di gembalanya)" (HR. Imam al-Bukhori dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin  Umar. r.a).

Maka, ketika terjadi musibah seorang pemimpin tidak hanya sekedar mampu menghilangkan rasa lapar saat itu, tapi bagaimana pengalokasian dana, kebutuhan serta  tempat yang layak untuk rakyat,  perlindungan aqidah,  pendidikan dan lapangan pekerjaan, semua kebutuhan sarana dan  prasarana di kumpulkan dan diperhatikan.  Jadi tidak ada pesta pora apalagi saat berduka dan terkena  bencana. Bahkan Sayidina Umar ikut mengirimkan sendiri makanannya untuk korban bencana dan menolak makan duluan sebelum rakyatnya makan. Menurut  Umar bin Khattab bagaimana rakyat dapat kembali memiliki tempat tinggal dan pekerjaan jika kondisinya belum mampu  ia atasi. Umar sebagai pemimpin umat Islam wajib memberikan kesejahteraan dan perlindungan.

Begitulah gambaran pemerintah saat ini dan pemerintahan dalam sistem Islam. 
Hanya sistem Islam yang bisa menangani semua permasalahan termasuk menangani masalah bencana.  Dengan diterapkannya Islam secara kaffah, dalam seluruh aspek kehidupan dan meninggalkan hukum jahiliyah. Akan tercipta Islam sebagai rahmatanlil'alamiin.
Wallahualam bish-shawab []

Post a Comment

Previous Post Next Post