Strategi Islam Memutus Rantai Kebodohan


Oleh: Safiatuz Zuhriyah
Aktivis Pergerakan Muslimah

Ayo sekolah demi masa depan cerah! Itulah slogan yang sering kita temui. Dengan sekolah, diharapkan bisa memutus rantai kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa ini. Namun sayang, pendidikan di negeri ini masih relatif mahal. Hanya kalangan tertentu yang bisa menjangkaunya.

Riset yang dilakukan Haruka Evolusi Digital Utama (HarukaEDU) di 2018 menyebutkan, 79% lulusan SMA/SMK yang sudah bekerja tertarik untuk melanjutkan kuliah lagi.  Namun 66% responden di antaranya urung kuliah karena mengaku terkendala biaya.

CEO HarukaEDU, Novistiar Rustandi mengungkapkan, tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap dunia pendidikan tergolong masih rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah siswa di Indonesia yang melanjutkan ke perguruan tinggi meningkat setiap tahunnya, yakni pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 1,08 juta mahasiswa baru dan di tahun 2014/2015 mencapai 1,45 juta mahasiswa baru.

"Namun, hanya 8,15 persen dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang berhasil menyelesaikan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi," kata Novistiar, di Jakarta, Senin 24 Desember 2018.

Salah satu kendala yang banyak ditemui oleh para lulusan SMA dan SMK untuk langsung melanjutkan ke perguruan tinggi diantaranya adalah persoalan biaya. Bahkan persoalan biaya juga masih membayangi para lulusan SMA/SMK tersebut, meskipun mereka telah bekerja dan memiliki penghasilan. (medcom.id)

Hal ini menjadi sebuah keniscayaan, ketika negara tidak bertanggung jawab penuh terhadap akses pendidikan. Bahkan terkesan berlepas tangan. Tanggung jawab pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada individu. Apabila ada bantuan dari pemerintah, seperti beasiswa untuk siswa yang tidak mampu, hal itu hanyalah sebagai lip service belaka. Tidak bisa dinikmati semua kalangan. Bagi yang tidak punya dana, pendidikan tetap menjadi sesuatu yang mustahil untuk mereka jangkau.

Pemerintah sendiri melalui laman Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan pun mengakui terbatasnya penerima bantuan ini. Prof. Rina Indiastuti, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti mengatakan soal kesempatan masyarakat kurang mampu untuk bisa menerima beasiswa Bidikmisi. “Bagi yang memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan ingin melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi berhak mendaftarkan diri ke program ini” ujar Rina Indiastuti dalam sambutannya pada malam pagelaran budaya rakyat wayang kulit di Lapangan Munggung, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten.

Beasiswa yang sudah diterima sekitar 480.000 siswa di seluruh Indonesia pun dinilai sudah menuai banyak kisah sukses. Hal ini terjadi pada mahasiswa baik yang berasal dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta(PTS). “Namun masih banyak masyarakat kurang mampu dan memiliki potensi belum bisa merasakan program ini” katanya. (belmawa.ristekdikti.go.id)

Kebijakan Islam dalam Masalah Pendidikan

Islam memandang pendidikan sebagai salah satu hak dasar warga negara. Islam mendorong seluruh kaum muslimin untuk menuntut ilmu, sejak dari dalam buaian sampai ke liang lahat. Tersebab itulah Islam juga mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ini. Dengan menggratiskan biayanya sehingga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Ini ditunjukkan dengan kebijakan Nabi SAW ketika menjadi kepala negara di Madinah. Saat beliau mendapatkan tawanan dari kaum kafir Quraisy, Rasulullah mensyaratkan tebusan pembebasan mereka adalah dengan mengajari kaum Muslim baca tulis (Ibn Hisyam, as-Siroh an-Nabawiyah, Juz I).

Proses tersebut terus berlanjut ke masa Khulafaur Rasyidin dan para khalifah sesudahnya. Seluruh pemimpin kaum muslimin menyadari akan kewajibannya sebagai penanggung jawab urusan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka negara Islam pun menyediakan infrastruktur pendidikan kelas satu untuk seluruh rakyatnya. Mulai dari sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, tenaga pengajar hingga biaya pendidikan yang lebih dari memadai.

Pada zaman Abbasiyah, Al Kuttab (sekolah dasar) banyak didirikan oleh khilafah, menyatu dengan masjid. Di sana juga dibangun perpustakaan. Pendidikan tinggi pertama pada zaman itu adalah Bait Al Hikmah yang didirikan oleh Al Ma'mun (830 M) di Baghdad. Selain berfungsi sebagai pusat penerjemahan, juga digunakan sebagai pusat akademis, perpustakaan umum dan observatorium (Philip K Hitti, History of the Arabs, 514-515).

Setelah itu, baru muncul Akademi Nidzamiyyah yang dibangun antara tahun 1065-1067 M. Akademi yang kemudian dijadikan oleh Eropa sebagai model perguruan tinggi mereka (Reuben Levy, A Baghdad Chronide, Cambridge: 1929,193).

Pada masa keemasan Islam, banyak dibangun perguruan tinggi kelas dunia dan menjadi tujuan utama para pencari ilmu. Output pendidikan Islam pun diakui di seluruh dunia. Lembaga pendidikan Islam telah menelurkan ulama sekaliber Al Qurthubi, dan As Syathibi. Tidak hanya ahli tafsir dan usul, akademi pendidikan di era khilafah juga berhasil melahirkan para pakar di bidang kedokteran seperti Ali At Thabari, Ar Razi, Al Majusi dan Ibn Sina; di bidang kimia seperti Jabir bin Hayyan; astronomi dan matematika, Mathar, Hunain bin Ishaq, Tsabit bin Qurrah, Ali bin Isa Al Athurlabi dan lain-lain; geografi, seperti Yaqut Al Hamawi dan Al Khuwarizmi; historiografi, seperti Hisyam Al Kalbi, Al Baladzuri, dan lain-lain. Mereka merupakan produk akademi pendidikan di era khilafah.

Penyelenggaraan pendidikan berkualitas dan gratis ini bisa terlaksana karena khilafah mengadopsi sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, negara mempunyai sumber pendapatan yang sangat besar. Kekayaan milik negara dan milik umum dikelola langsung oleh negara. Hasilnya kemudian didistribusikan kepada rakyat melalui skema pembiayaan pendidikan, kesehatan dan layanan publik yang lain. Negara juga bisa membangun infrastruktur pendidikan yang lebih dari memadai, serta mampu memberikan gaji dan penghargaan yang tinggi kepada para guru atas jasa dan karya mereka.

Dari pendidikan dasar, menengah, hingga atas menjadi kewajiban negara. Tidak sepeser pun biaya dipungut dari rakyat. Sepenuhnya dibiayai oleh negara. Anak-anak orang kaya dan miskin sama-sama bisa mengenyam pendidikan dengan kualitas yang sama. Dengan demikian, rantai kemiskinan dan kebodohan bisa diputus. Bahkan umat Islam juga mampu menjadi bangsa yang unggul selama berabad-abad.

Maka sudah selayaknya bagi kita untuk kembali kepada sistem yang Allah turunkan demi kebaikan umat manusia. Sistem syariat Islam, dibawah naungan khilafah inilah yang akan menghantarkan Islam dan kaum muslimin mencapai kembali puncak kejayaannya. Menjadi kiblat masyarakat dunia dalam bidang kependidikan.

Post a Comment

Previous Post Next Post