Perempuan Dalam Buaian Kapitalisme

Penulis : Lindawati 
(member muslimah peduli generasi Palembang) 

Isu kepemimpinan wanita indonesia mulai era reformasi 1998. Gagasan untuk meningkatkan kontribusi perempuan dalam lembaga2 politik menghasilkan politikus perempuan.

Apalagi TAP MPR NO.11/1973 menyatakan baik perempuan ataupun laki-laki selama memenuhi karateristik seorang pemimpin negara di perbolehkan untuk maju dan d pilih masyarakat sebàgai seorang presiden.

Aroma kemerdekaan baru saja menyeruak, isu kebebasan perempuan pun semerbak. Ide yg menghipnotis banyak wanita sehingga tak sadar justru itu yg menjajahnya. Menjadikan perempuan ajang eksploitasi dan memperbudak mereka dalam lingkaran setan sistem kapitalisme.

Selaras dengan hal itu telah dilaksanakan peringatan hari perempuan internasianal yang di rayakan setiap 8 maret dan pada tahun 2019 ini mengangkat tema "Balance for better" yang mana tema tersebut seolah menuntut akan terangkatnya keseimbangan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.

Kesempatan kian terbuka ketika pemilihan kepala daerah bersifat langsung, maka wajah-wajah perempuanpun berhasil bertengger sebagai kepala daerah. Seperti halnya di bidang politik, perempuan diperah otaknya untukmemikirkan sendiri solusi persoalan hidup mereka dengan di dorong agar maju sebagai pejabat. Akibatnya kebanyakan perempuan berlomba-lomba menjajal peran dipanggung politik praktis tanpa modal kemampuan berpikir yang memadai, tak punya skill negarawan secuil pun. Hanya modal jenis kelamin dengan tampang yang cukup lumayan ataupun modal materi untuk "menyogok" kaum marginal agar menduduki kursi yang dincar.

Lalu dibidang ekonomi, perempuan diperas tenaganya demi mendatangkan sumber-sumber devisa dengan dibuai istilah "kemandirian finansial" sehingga dibenamkanlah para perempuan dalam roda-roda perekonomian, menjadi pilar-pilar penggerak ekonomi kapitalis yang menggilas waktu dan energi mereka.

Mulai dari menjadi customer service, bendahara, publik relation, pelobi, pramugari, pramuniaga, pramusaji, sampai pramusyahwat.

Belum lagi dikalangan marginal dikirimlah jadi tkw. Kemudian di dalam negeri dididiklah menjadi pengusaha kecil berbalut pemberdayaan permpuan, dikerahkanlah agar menghidupkan sektor industri rumah tangga ini pun dikemas  secara bergengsi agar tidak sekedar berlabel ibu rumah tangga.

D bidang sosial budaya, perempuan jadi pembebek budaya barat, ia menjadi mangsa sistem pergaulan bebas. Merasa  tidak percaya diri jika tidak punya pacar, merasa gaul jika berani menyerahkan keperawanan akhirnya tak malu hamil diluar nikah tak merasa berdosa menggugurkan janinnya, bahkan tak menyesal membunuh darah dagingnya. Lihatlah penjara kini sudah banyak dijejali kaum perempuan karena kekejaman akibat salah pergaulan.

Lalu dunia hiburan, perempuan dijadikan tameng dibalik kata seni. Rela dan sadar bahkan sengaja menjadikan dirinya objek pandangan mata khalayak umum. Atas nama keindahan perempuan bebas berekspresi dan menjadikan tubuhnya komoditi yang dinikmati dengan imbalan materi.

Di lembaga pernikahan perempuanpun terkungkung dalam opini menyesatkan yang menganggap pernikahan alih-alih sebagai perampas kebebasan sehingga muncul istri-Istri yang tak patuh pada suami, menyamakan peran, bahkan saling mempertukarkan.

Namun berbanding terbalik ketika memandang dari sudut pandang islam. Kaum perempuan hakikatnya terjajah sekularisme kebebasan yang ditawarkan hanya semu, tak membahagiakan karena bertentangan dengan hati nuraninya, karna fitrohnya perempuan bukan lah wanita yang suka dieksploitasi.

Kaum perempuan hanya bisa mendapatkan kemerdekaan hakiki dengan aturan islam. Allah SWT, membuat seperangkat aturan yang menyelamatkan perempuan dalam segala bidang. Menjamin kedudukan mulia dengan hak-hak dan kewajiban yang berbeda dengan laki-laki . Bukan diskriminasi, justru membebaskan dari tanggung jawab tak manusiawi.

Namun apakah islam sekejam itu membatasi ruang gerak perempuan?. Mematikan leadership yang mungkin bawaan lahirnya.

Ternyata tidak. Islam memberi keleluasaan pada bidang tertentu untuk diampu para wanita. Jadi kalaupun memilih bekerja, itupun yang memang dibolehkan dalam rangka mengaplikasikan ilmunya, bukan pekerjaan yang mengeksploitasi tenaganya habis-habisan. Ia bekerja karena dorongan pengabdian pada masyarakat agar ilmunya bermanfaat. Sebab tidak dipungkiri ada tipe-tipe perempuan leadership, cerdas, tegas, lugas, bijak, maka kelebihan ini dapat disalurkan untuk memimpin jabatan yang tidak termasuk pemerintahan seperti memimpin yayasan, lembaga pendidikan, karena memang banyak wanita yang sukses mengembangkan potensi dirinya dibidang yang tak jauh dari dunia wanita.

Maka jika islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah melindungi perempuan, memerdekakan perempuan agar menjadi terhormat, bermartabat, bahagia dunia dan akhirah.

Aturan politik, ekonomi, pendidikan, sosial, hukum dan lain-lain jika berbasiskan islam akan menjamin keadilan dan kesejahteraan umat manusia termasuk kaum perempuan.
Potret kemulian hidup perempuan pernah di praktikkan secara nyata dalam peradaban islam 14 abad lamanya. Memerdekakan perempuan dari masalahnya  membinanya dengan tsaqofah demi mewujudkan ketaqwaan, bahkan melindunginya dari pelecehan, kriminalitas, kekerasan, dan diskriminasi.[]
 Waallahu a'lam bish-showab 

Post a Comment

Previous Post Next Post