Adakah Secercah Harapan Masa Depan Umat Islam

Penulis : Desi Anggraini

“Laknatullah”…
“Biadab sekali”…
“Tak berprikemanusiaan”…
“Ngeri, sampai merinding lihat videonya”…
“Kok ada manusia seperti itu?”…

Cuitan di atas adalah respon beberapa netizen yang sempat terbaca di kolom komentar media sosial. Sebagaimana yang ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat baik nasional maupun internasional, telah terjadi penembakan brutal yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap ummat muslim yang berlokasi di dua Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood Kota Cristchurch, Selandia Baru, Australia, pada hari Jum’at 15 Maret 2019. 

Aksi biadab ini telah membuat beragam kutukan dilayangkan kepada pelaku khususnya dari kalangan ummat Islam. Bagaimana tidak, aksi brutal yang menyayat hati itu setidaknya telah menyebabkan 49 nyawa melayang, dan puluhan korban luka-luka, termasuk diantaranya Warga Negara Indonesia. (CNN Indonesia 15/03/2019). Yang membuat siapapun tak habis pikir, aksi keji ini disiarkan secara live melalui akun Facebook salah seorang pelaku penembakan bernama Brenton Tarrant. 

Seakan pelaku dengan bangga memperlihatkan aksinya ini kepada dunia atas pembunuhan keji yang ia lakukan. Siapapun dapat menilai bahwa pelaku sama sekali tidak memiliki rasa takut atas apa yang ia perbuat. Dalam video berdurasi 17 menit yang di unggah pelaku, sebelum melancarkan aksinya ia mengatakan “mari kita mulai pesta ini” Naudzubillah…pembunuhan disamakan layaknya sebuah pesta !

Tak hanya masyarakat umum yang memberikan komentar atas peristiwa pilu ini, capres petahana juga tidak ketinggalan memberikan komentarnya atas kejadian ini. dilansir dari Dream.co.id (15/03/2019) Joko Widodo mengatakan bahwa beliau mengutuk keras aksi terror di Selandia Baru dan menghimbau WNI waspada. Selain itu komentar lain juga datang dari Nasaruddin, Imam Besar Masjid Istiqlal beliau mengatakan “Bagi ummat Islam harus menjadikan peristiwa ini latihan kesabaran. Bahwa selama ini ummat Islam adalah korban baik yang dilakukan orang seagama melalui terorisme maupun oleh non-muslim seperti dilakukan di Selaindia Baru. Tak perlu membalas dendam, terlebih pada yang tidak ada kaitannya dengan itu” (Republika 16/03/2019)

Pembunuhan sadis yang dialami ummat Islam sebagaimana yang baru saja terjadi ini, bukanlah drama baru dalam episode kehidupan ummat Islam. Setidaknya sejak ummat Islam tidak lagi memiliki pemimpin tunggal dalam kehidupan politik dan bernegara pada 95 tahun terakhir, siksaan, pembantaian, pertumpahan darah dan kehidupan yang penuh dengan ketertindasan sudah mulai dirasakan. Dan yang semakin menambah pilu di hati, kelamnya nasib ummat Islam hari ini bukan hanya terjadi pada ummat Islam di Indonesia, namun hampir di seluruh penjuru negeri. 

Beribu-ribu nyawa ummat Islam melayang tanpa dosa. Di Suriah 360 ribu ummat Islam tewas selama 7 Tahun perang, di Bagladesh sedikitnya 6.700 umat Islam Rohingya tewas dalam waktu satu bulan, di Palestina sejak 2014 tercatat 2 ribu lebih umat Islam tewas akibat serangan militer Israel di jalur Gaza, di Irak 460 ribu lebih ummat Islam tewas akibat invasi Amerika Serikat.

Angka-angka ini adalah jumlah nyawa manusia yang hilang, bukan harga suatu komoditas di sebuah pasar tradisional. Miris, tak berharga. Begitulah nasib yang menimpa ummat Islam hari ini. Ummat Islam menjadi lelucon kafir penjajah, nyawanya begitu mudah ditumpahkan, dan dipandang sebagai entitas yang tak patut diperhitungkan dalam kancah dunia. Meski demikian predikat teroris, radikal dan intoleran tetap saja di sandang ummat Islam, aduhai malangnya! maka benarlah apa yang dikabarkan oleh Rasulullah SAW, bahwa di akhir zaman ummat Islam bagai buih di lautan, jumlahnya banyak namun tak memiliki pengaruh apapun.
Lantas apakan masih ada secercah harapan menuju masa depan ummat Islam yang lebih baik ? adakah jalan yang mampu mengubah kegelapan menuju jalan yang terang benderang? ataukah selamanya ummat Islam akan hidup dalam bayang-bayang ketertindasan? jika masih ada harapan, maka solusi seperti apa yang dapat ditempuh? cukupkah hanya dengan mengutuk keras pelaku kejahatan terhadap ummat Islam, sebagaimana yang dikatakan capres petahana tadi? ataukah ummat Islam hanya perlu bersabar menerima tragedi demi tragedi yang menyayat hati ini dengan ikhlas dan berlapang dada sebagaimana yang dikatakan oleh sang Imam masjid Istiqlal tadi?
Tanda cinta dan simpati dapat saja diekspresikan melalui kutukan keras kepada individu atau entitas yang melakukan pembunuhan terhadap ummat Islam. Namun kutukan keras ini hanya akan menjadi mantra tak berarti bagi pelaku dan jelas bukan merupakan solusi hakiki. Jika kutukan atau kecaman dapat menghentikan pembunuhan dan ketertindasan yang dialami ummat Islam saat ini, tentulah tragedi berdarah ini takkan melanggeng hingga berpuluh-puluh tahun lamanya, karena setiap kali tragedi berdarah ini terjadi, setiap muslim yang peduli bahkan non muslim yang berempati akan secara alamiah mengutuk dan mengecam hanya secara lisan atas nama kemanusiaan saja. 

Jikalau sabar dan berlapang dada menerima pembantaian demi pembantaian yang terjadi di depan mata dianggap solusi tepat menyelesaikan problem ini tanpa ada upaya nyata, jelas ini pula bukanlah solusi hakiki. Ummat Islam memang diperintahkan bersabar atas setiap Qada Allah, namun bukan berarti dapat sabar, berlapang dada menerima dengan pasrah suatu kedzaliman. “Bersabar itu atas musibah, bukan atas kedzaliman. Jika kamu diam atas kedzaliman di depan mata, itu bukan sabar tapi kebodohan!” Begitu ucap Ustadz Felix Siauw seorang da’i yang populer di kalangan anak muda.

Beribu-ribu nyawa ummat Islam melayang bukanlah suatu musibah yang tidak disengaja, jelas ini merupakan sesuatu yang direncana, sesuatu yang dilakukan kafir penjajah demi pemuasan nafsu duniawinya, demi kekuasaan dan penguasaan sumberdaya alam di negeri ummat Islam. Padahal nyawa ummat Islam begitu berharga, sampai-sampai Rasulullah SAW mengatakan “Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim”. (H.R. Muslim. An-Nasa’I dan At-Tirmidzi)

Apa yang dikatakan oleh Rasulullah ini sangat jelas bahwa betapa berharganya nyawa seorang muslim. Maka betapa hinanya ummat Islam hari ini, bukan hanya seorang muslim mati terbunuh tanpa kesalahan yang ia perbuat, namun beratus-ratus ribu lebih jumlahnya.

Kondisi ini jauh berbanding terbalik saat Ummat Islam masih di satukan dalam Daulah (negara) Khilafah, yaitu kepemimpinan umum ummat Islam. Khilafah terbukti menjamin dan melindungi darah ummat Islam. Maka tak heran, sistem Khilafah ini mampu menguasai 2/3 dunia kala itu dan menebar rahmat bagi semesta alam. 

Penjagaan dan perlindungan seorang Khalifah kepada rakyatnya kala itu dicontohkan oleh seorang Khalifah Mu’tashim. Seorang muslimah telah mengadu kepada Khalifah bahwa seorang Yahudi telah melecehkannya dengan mengikat ujung gamisnya, hingga ketika ia berjalan terjatuh dan tersingkaplah aurat seorang Muslimah ini. demi menunjukkan kewibawaannya dan menunjukkan bahwa tak seorangpun yang dapat merendahkan Islam, sang Khalifah mengirim ribuan tentaranya untuk membela kehormatan seorang muslimah ini, hingga apa yang telah dilakukan sang Khalifa ini telah membuat gentar dan ketakutan Yahudi jahil ini.

Inilah yang dimaksud solusi hakiki. Solusi yang akan membuat siapapun yang hendak melecehkan islam akan berfikir ribuan kali ketika ingin merendahkan Islam. Islam akan mampu bangkit kembali. Hal ini bukan sekedar mimpi, namun janji Allah SWT (baca Q.S An-Nur: 55). Namun bangkitnya islam dari ketertindasan dan keterpurukan sebagaimana hari ini hanya akan menjadi cita-cita utopis belaka jika masih menyandarkan pada solusi mengecam atau mengutuk keras aksi-aksi brutal seperti yang terjadi pada ummat Islam di Selandia Baru ini. atau hanya sekedar bersabar dan berdiam diri tanpa melakukan aksi nyata juga bukanlah jalan kebangkitan yang hakiki. 

Namun kegemilangan masa depan ummat Islam hanya akan kembali dengan tegaknya perisai ummat sekaligus mahkota kewajiban yakni Khilafah Islam, yang akan menaungi, menjaga ummat Islam dari rong-rongan kafir penjajah.

Post a Comment

Previous Post Next Post