Strategi Vaksinasi Dibalik Term Islam Sosialis, Tak Fair

Penulis : Ainul Mizan

Baru – baru ini pemerintah China berusaha melakukan perbaikan hubungan antara Islam dengan tradisi China yang notabenenya kental dengan Sosialisme. Pihak pemerintah China mengaku telah bertemu dengan perwakilan 8 Asosiasi Islam, hasilnya pemerintah China sepakat untuk mendorong upaya sonifikasi alias Chinaisasi terhadap Islam dalam prakteknya di lingkungan tradisi Sosialisme. Undang – Undang baru telah disahkan agar Islam kompatibel (selaras) dengan Sosialisme (Jawapos.com, 6 Januari 2019). Walaupun pemerintah China tidak merinci lebih detail 8 Asosiasi Islam yang dimaksud.

Bisa dipahami secara wajar akan langkah politik pemerintah China tersebut. Pendekatan represif terhadap Muslim Uighur misalnya, telah mengundang respon yang meluas. Sentimen anti China begitu kental terdengar di dunia Islam. Bukan karena ke-Chinaannya, tapi lebih didasarkan kepada kebijakan politik rezim Sosialis tersebut terhadap kaum Muslimin di China. Tentunya kaum Muslimin akan terpanggil untuk membela saudaranya yang terintimidasi. Bahkan kecaman juga meluas di dunia terhadap praktek penindasan yang dilakukan China terhadap Muslim Uighur. PBB menurunkan laporan bahwa lebih dari satu juta Muslim Uighur ditahan di Kamp – kamp yang di dalamnya mereka dipaksa mencela agamanya dan berjanji setia kepada Partai Komunis China. 

Sesungguhnya upaya untuk menjadikan Islam agar kompatibel dengan Sosialisme, sejatinya merupakan pendekatan politik “ Defensif Apologetik “. Islam diposisikan sebagai pihak tertuduh. Hal ini bisa dipahami dari alasan China bahwa kebijakan mereka terhadap Muslim Uighur yang dinilai melanggar HAM adalah dalam rangka memerangi Radikalisme dan Terorisme. Lantas, siapa yang disebut sebagai Radikal dan Teroris itu? Kalau bukan Muslim Uighur, siapa lagi. Paham apa yang disebut sebagai mengajarkan Radikalisme dan Terorisme itu? Kalau bukan Islam, apa lagi. Sudahlah tidak usah bersembunyi di balik topeng HAM dan atau toleransi. Diakui atau tidak, Islam menjadi ancaman serius terhadap Ideologi Sosialisme Komunisme maupun terhadap Ideologi Kapitalisme Sekuler. 

Inilah strategi vaksinasi itu. Virus yang sudah dilemahkan kemudian dimasukkan ke dalam tubuh agar tercipta kekebalan tubuh. Islam diposisikan sebagai virus yang harus dilemahkan. Ajaran  - ajaran Islam harus disesuaikan dengan ideologi Sosialisme. Ajaran Islam yang dinilai tidak toleran dengan Sosialisme, disesuaikan. Yang tertinggal adalah ajaran Islam yang ‘rohmatan lil alamin’, dalam pengertian ajaran Islam yang bisa berdamai dengan kekufuran. Ajaran Islam yang tidak bisa menegakkan kepala untuk menyebarkan kesejahteraan dan kedamaian berdasarkan kemurnian Islam itu sendiri. 

Di sisi yang lain, politik Defensif Apologetik ini sangat berbahaya bagi umat Islam. Umat Islam tidak percaya diri dengan agamanya sendiri. Mereka menjadi minder dengan agamanya. Akibatnya, muncullah upaya dari kalangan muslim sendiri agar merevisi ajaran Islamnya. Term “Islam Sosialis” digulirkan. Seolah yang bisa dipahami dari term Islam Sosialis bahwa Sosialisme ini sesuai dengan Islam. Inilah keberhasilan orang – orang kafir untuk mengebiri ajaran – ajaran Islam. 

Sesungguhnya jika ingin membandingkan antara Islam dengan Sosialisme secara fair, maka tempatkanlah masing – masing pada timbangan yang sama, yakni keduanya adalah sebagai sebuah ideologi. Jangan posisikan Islam hanya sebatas ajaran ritual dan sekumpulan ajaran akhlaq individual yang universal mengajarkan kedamaian. 

Ketika menempatkan Islam sebagai Ideologi, sebagaimana Sosialisme menempati posisi sebagai ideology, akan terjadi perbandingan konsep yang adil dan ilmiah. Selanjutnya dari hasil perbandingan tersebut akan bisa diketahui bahwa manakah ideology yang sebenarnya mampu untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dalam pluralitas sebuah komunitas masyarakat. Ideologi yang demikianlah sebenarnya yang layak untuk dipertahankan dan diperjuangkan. 

Untuk membandingkan dengan fair antara Islam dengan Sosialisme perlu untuk diberikan parameter yang jelas dan terukur. Paling tidak ada dua parameter yang dibandingkan, yaitu parameter keTuhanan dan kepemilikan – kesejahteraan. 

Pertama, parameter ketuhanan. 
Di dalam Islam, konsep ketuhanan sedemikian gambling. Bahwa alam semesta dan seisinya ini diciptakan oleh Tuhan, Allah SWT. Sedangkan tujuan penciptaan alam semesta seisinya temasuk manusia adalah agar manusia beribadah kepada Allah SWT dengan menjalankan aturanNya. 

Selanjutnya manusia harus mempertanggungjawabkan semua perilakunya baik berupa ketaatan ataupun pembangkangan terhadap aturanNya di hadapan pengadilan Allah SWT. Surga sebagai balasan atas ketaatan. Neraka sebagai balasan atas pembangkangan terhadap aturan Tuhan. 

Sedangkan di dalam Sosialisme. Alam semesta seisinya ini tidaklah ada penciptaan sengaja, selain hanya mengikuti kaidah dialektika materialisme. Segala sesuatu terbentuk dari proses dialektika. Tidak ada nilai keimanan dan ketuhanan. Sosialisme mengalihkan nilai keimanan dan ketuhanan kepada pengagungan kepada tokoh pembesarnya.

Silahkan dari parameter pertama ini, pembaca bisa melihat perbedaannya antara Islam dengan Sosialisme. Di antara keduanya akan bisa dinilai manakah yang mampu melahirkan disiplin murni pada diri manusia. Disiplin murni yang mampu mengarahkan manusia untuk melakukan kebaikan dan menghindarkan manusia dari keburukan dan kemaksiatan tanpa paksaan, dengan suka rela. 

Kedua, parameter kepemilikan dan kesejahteraan. 
Islam memandang bahwa kepemilikan dalam ekonomi merupakan ijin yang diberikan oleh Allah SWT dan RasulNya kepada manusia untuk memiliki sesuatu benda ekonomis. Benda ekonomis yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep kepemilikan dalam Islam adalah kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individual. 

Manusia sebagai makhluk individu berhak untuk menikmati hasil dari jerih payahnya guna memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Keterpenuhan kebutuhan tersebut disesuaikan dengan profesinya. Seorang dokter tentu tingkat kemakmurannya akan lebih daripada seorang tukang becak, misalnya. Sedangkan negara akan mengelola kepemilikan umum dari potensi kekayaan alam guna memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Negara tidak boleh menasionalisasi kepemilikan individu. Begitu pula, negara tidak boleh memprivatisasi kepemilikan umum dan kepemilikan dari BUMN dan BUMD milik negara. 

Seorang laki – laki yang belum mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sesuai dengan kelayakan di lingkungan masyarakatnya, maka negara akan memberikan santunan kepadanya. Semua warganegara berhak mendapat pelayanan kesehatan, sebagai contoh yang layak dan berkualitas. Ini menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakannya dengan pembiayaan dari komoditas milik umum dan komoditas milik negara. Sedangkan bagi individu yang mempunyai penghasilan di atas rata – rata bisa mengakses  fasilitas – fasilitas kesehatan yang lebih banyak. 

Inilah pengaturan Islam yang seimbang antara kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum guna mewujudkan kesejahteraan. 

Adapun di dalam konsep Sosialisme. Ideologi Sosialisme termasuk Komunisme, hanya mengakui adanya kepemilikan negara. Kepemilikan individual dihapus sepenuhnya atau sebagian oleh ideologi Sosialisme. Konsep sama rata dan sama rasa menjadi konsep kesejahteraannya. Kepemilikan individu diatur standarnya oleh negara. Antara kalangan terpelajar professional dengan kalangan tidak terpelajar, tingkat kesejahteraannya sama, tidak ada pembedaan. Semua kekayaan ekonomi adalah milik negara. Jadi di dalam konsep ekonomi Sosislisme, tidak ada hak asasi kepada individu guna meraih kesejahteraan ekonomi sesuai dengan kemampuan dan kapasitas profesinya. 

Demikianlah sekilas perbandingan antara Islam dengan Komunisme, pada takaran yang sama, tidak berat sebelah. Kalau memang sejatinya Islam dengan Sosialisme itu berbeda dan saling bertentangan, mengapa harus diupayakan agar sama? Apalagi memakai strategi vaksinasi. Islam yang dilemahkan untuk menjadi stempel terhadap Sosialisme. Air dengan minyak, sampai kapanpun tetap beda. Sifatnya saling bertentangan. Yang fair sajalah …!
# penulis tinggal di Malang.

Biodata Penulis
Nama Lengkap : Ainul Mizan, S.Pd
Jenis kelamin         : Laki –laki
Agama : Islam
Profesi : sebagai pendidik di sekolah
Alamat : Jalan Kanjuruhan Kelurahan Merjosari – Kecamatan Lowokwaru, Malang, Jawa Timur

Previous Post Next Post