Muslim Uyghur: Deritamu, Derita Kami


Oleh : Eva Rahmawati

Umat Muslim dari Persaudaraan Alumni 212 menggelar aksi di depan Kedutaan Besar China, di Jalan Mega Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat, 21 Desember 2018. Mereka menyikapi konflik yang terjadi pada Muslim Uyghur di China. (Viva.co.id, 21/12/18)

Bukan hanya di Jakarta aksi yang sama pun digelar di beberapa daerah. Bahkan negara-negara lain pun ikut melakukan aksi serupa. Hal ini sebagai bentuk solidaritas dan kecaman terhadap oknum pejabat Pemerintah Komunis China (PKC), yang telah lama melakuan tindakan biadab terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang, China. 

Apa yang telah dilakukan pemerintah China terhadap Muslim Uyghur sungguh diluar batas kemanusiaan dan masuk dalam pelanggaran berat Hak Azazi Manusia (HAM). Bagaimana tidak, Muslim Uyghur mendapatkan perlakuan diskriminatif dan persekusi, dilarang menjalankan ajaran agamanya (Islam), kemudian lebih dari satu juta ditahan massal. Klaim sepihak dari China, menurut Kepala Komisi Eksekutif Kongres China (CECC), dikutip The Epoch Times, Muslim Uyghur dimasukkan dalam kamp pendidikan ulang (re-education) di China Barat.

World Uyghur Congres menyatakan dalam laporannya bahwa para tahanan dibui tanpa dakwaan dan dipaksa meneriakkan slogan Partai Komunis. Jika mereka menolak dipastikan mendapat perlakuan sadis. Wanita-wanitanya diperlakukan sebagai pemuas nafsu, tak ada rasa empati sedikitpun. Kemudian baik pria dan wanitanya mendapat siksaan fisik dan mental tanpa ampun. Anak-anak dipisahkan dari orang tua dan keluarganya.

Beberapa laporan menyatakan bahwa program pendidikan ulang (re-education) direncanakanakan berlangsung selama 30 tahun, cukup lama untuk menghasilkan generasi yang direndam dalam pemikiran Xi Jinping. Laporan bahwa anak-anak tahanan telah ditempatkan di panti asuhan mengingat praktek Uni Soviet menempatkan bangsal negara yang terlatih baik dalam posisi kepemimpinan. (Hidayatullah.com, 18/9/18)

Tindakan sadis pemerintah China terhadap Muslim Uyghur, pastinya didasari oleh Ideologi Komunis yang mereka anut. Ideologi yang ide dasarnya materialisme (serba benda), menafikan Tuhan (atheisme). Menganggap semua agama adalah candu. Maka komunisme juga anti theis (memusuhi agama) termasuk agama Islam.

Komunis sangat benci terhadap Islam. Tak akan diam melihat umat Islam menjalankan ajaran agamanya. Muslim Uyghur yang teguh dengan agamanya dituduh sebagai radikal, separatis, dan teroris. Dibuatlah program "re-education" yang diklaim pemerintah China sebagai upaya pembersihan dari ancaman radikalisme, separatisme dan terorisme. Padahal sejatinya yang dilakukan adalah untuk "membersihkan" Muslim Uyghur.

Perlakuan diskriminatif dan pelanggaran berat HAM yang begitu tampak jelas, dunia tetap bergeming. Walau beberapa negara telah mengecamnya, tetap tidak bisa menghentikannya. Lantas apa gunanya PBB? HAM? Kenapa ketika korbannya Islam begitu ciut nyali untuk sekedar berempati? 

Bukan hanya soal Muslim Uyghur saja tapi lihatlah dengan nalar, bagaimana nasib muslim ketika menjadi minoritas? sebutlah Muslim Rohingya di Myanmar, Palestina dijajah Israel, Muslim Pattani di Thailand, muslim di negara-negara Eropa dan Amerika, dll. Mereka mendapatkan diskriminasi, persekusi, siksaan fisik dan mental hingga pertaruhan nyawa.

Di mana pemimpin negeri-negeri muslim? sudah matikah rasa empati terhadap saudara seiman? Lupakah dengan firmanNya dalam Qur'an surat Al Hujurat ayat 10 yang menyebut "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara".

Belum sampaikah Sabda Rasulullah Saw yang menyebut bahwa “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kondisi saudara seiman di belahan bumi lain dalam keprihatinan. Wajib bagi umat Islam untuk merasakan penderitaan yang tak berkesudahan. Apa yang membuat pemimpin negeri-negeri muslim diam? hanya menyaksikan dalam kebisuan, genosida saudara seiman. Nasionalisme telah berhasil mengkotak-kotak negeri muslim menjadi kafilah-kafilah kecil. Menganggap bukan lagi menjadi urusan negaranya, berbeda kondisinya tatkala Islam mempunyai kepemimpinan yang satu, satu negara, satu ummah, dan satu bendera dalam naungan khilafah Islamiyah. Islam bersatu tak bisa dikalahkan, ditakuti lawan dan disegani kawan. 

Tak bisa berharap banyak kepada pemimpin negeri-negeri muslim dan dunia saat ini untuk menghentikan penindasan kaum muslimin. Umat butuh khilafah sebagai perisai, pelindung dan pengayom. Bukti sejarah terpampang jelas, masa kekhilafahan selama 14 abad telah berhasil melindungi harta dan jiwa kaum muslimin dan kafir dzimmi (orang kafir yang tinggal di negara Islam). 

Bagaimana heroiknya Khalifah Al Mu'tasim Billah tatkala mendengar ada muslimah yang diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi, sang khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Amoria dan melibas semua orang kafir yang ada di sana (30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 yang lain ditawan). Sebagai bentuk pembelaan dan menjaga kehormatan muslimah. Tapi lihatlah kondisi sekarang ketiadaan khilafah membuat pelecehan terhadap muslimah dan kaum muslimin merajalela hingga nyawapun tak berharga. 

Umat butuh khilafah, dengannya kaum muslimin akan bersatu, harta dan jiwanya dilindungi, menghapuskan segala perlakuan diskriminatif, tak ada lagi penindasan dan penyiksaan fisik dan mental, dan terwujudnya kembali Islam rahmat bagi semesta alam.

Tegaknya khilafah adalah sebuah keniscayaan. Bukan khayalan dan impian. Karena telah dikabarkan kehadirannya, dalam bisyarah Rasulullah SAW. Sebagimana sabda Nabi Shalallauhu 'alaihi wa sallam.
“adalah Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah, lalu Allah mengangkatnya bila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian, yang ada atas kehendak Allah, lalu Allah mengangkatnya bila Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang menggigit, yang ada atas kehendak Allah, lalu Allah mengangkatnya bila Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang memaksa (diktator), yang ada atas kehendak Allah, lalu Allah mengangkatnya, bila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian. Kemudian beliau (Nabi) diam” (HR Ahmad)

Wallohu a'lam bishshowab.
Previous Post Next Post