Benarkah Ada Mafia Batu Jetty di Proyek Kementerian PU Sumbar

N3, Painan ~ Tak terbantahkan, progres, pekerjaan krib pantai proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,  Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,  SNVT PJSA WS, Indragiri, Akuaman,  WS Kampar, WS Rokan Provinsi Sumatera Barat, di Kecamatan Tarusan dan Kecamatan Bayang, masih belum mencapai target.
 
Penyebabnya, mafia batu jetty masih nekat bermain pada pengadaan batu jetty. Padahal, batu jetty yang ditawarkan mafia itu tak punya izin, sehingga beresiko tinggi jika dipaksakan untuk menerimanya, malah bisa keproses hukum. Inipun tak disadari mafia tersebut, terbukti masih nekat untuk menjadi suplayer, bahkan untuk memaksakan kehendaknya, mereka menghalangi pekerjaan, sehingga pekerjaan sempat terhenti.
 
ilustrasi foto google
Menariknya, mafia batu jetty tanpa izin itu, malah melarang dan menekan suplayer yang punya izin. Kalau harga tak sesuai kemauan mereka, suplayer akan diganggu, saat memasuki batu jetty kelokasi pekerjaan.
 
Awalnya, mafia itu, bermain pengadaan batu jetty dikawasan Kecamatan Tarusan dan sekarang merambah di kawasan Kecamatan Bayang. Didua lokasi itu, mafia batu jetty memaksa rekanan untuk membeli batu jetty dari mereka, meski tak punya izin atau ilegal. Kalau pun batu jetty dimasukan oleh suplayer yang punya izin,.mereka menekan harga kepada suplayer. Intinya, suplayer haruslah membeli berdasarkan harga yang ditentukan masyarakat.
 
“Bukannya kami tak mau bekerjasama dengan oknum masyarakat yang mengaku sebagai suplayer tapi tak punya izin itu, tapi ini menyangkut izin batu yang digunakan. Sebagai perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut, tentu kami membeli batu jetty dari suplayer yang mempunyai izin, bukan ilegal,” kata salah seorang staf perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.
 
Lagipula, katanya, dipaksakan untuk membeli batu jetty tanpa izin ini, tentu kami akan bermasalah dikemudian, sebab pekerjaan proyek pantai ini menggunakan batu ilegal.”Ya, karena permasalahan batu jetty ilegal yang dipaksakan oleh oknum tersebut, pekerjaan proyek ini, sempat terhenti seminggu,” katanya.
 
Apa yang dilakukan oknum masyarakat itu, tidak saja beresiko pada pekerjaan, tapi juga terhadap masyarakat. Soalnya, pekerjaan proyek ini bertujuan untuk membantu masyarakat pantai yang sering diterjang ombak.”Jika pekerjaan terhenti yang rugi tentu masyarakat sendiri,” imbuhnya.
 
Sebelumnya, kata permasalahan yang terjadi, harga batu jetty berbeda antara satu suplayer dengan suplayer lain. Ada suplayer yang mendapatkan harga 170/kubik, 180/kubik dan 185/kubik. Akibat tekanan oknum masyarakat  tersebut, ada suplayer yang mundur dari pengadaan batu jetty, sehingga berakibat terhadap pekerjaan.
 
Diketahui, untuk kegiatan Sungai dan Pantai II, paket Pengamanan Abrasi Pantai di Kawasan Mandeh, nomor kontrak : HK.02.03/02/BWS.SV-PJSA. IAKR/SP.II/I/2017, tanggalkontrak 16 Januiari 2017, nilai kontrak Rp3.912.341.000, dikerjakan  PT. Graha Bangun Persada, waktu pelaksanaan 160 hari kalender, menggunakan APBN 2017, berlokasi Kabupaten Pesisir Selatan, progress pekerjaan sempat menurun seminggu, akibat keterlambatan batu jetty
 
Untung saja, batu jetty itu mendapat suplai dari Padang, sehingga bias memacu volume pekerjaan.  Permainan mafia oknum masyarakat itu, berpengaruh terhadap pekerjaan. Sementara mereka sendiri tak punya izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi batuan.
 
Informasi yang didapat media ini, khusus untuk Kabupaten Painan, ada empat perusahaan yang memiliki izin. Ini terlihat dari Surat Keputusan Gubernur Sumbar.  Dalam Keputusan Gubernur, Pemrov Sumatera Barat Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Pelayanan Izin Terpadu Keputusan Gubernur No. 663/2016, tentang persetujuan peningkatan dan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi batuan kepada CV. Riksi Indokaraya di Kabupaten Pessel dan No. 510 atas nama PT. Niko Putra Utama dan CV. Talago Dibawah Gunung. Khusus untuk CV. Talago Dibawah Gunung terjadi persoalan antara pemilik perusahaan baru dengan pemilik perusahaan lama.
 
“Kenyataan dilapangan sampai delapan suplayer yang bermain, itupun rata rata mafia yang memanfaatkan nama masyarakat setempat. Malah, mereka yang mengatur harga batu itu dari supalyer, berunjung mundurnya suplayer karena tak mampu memenuhi keinginan mafia itu,” kata salah seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya.
 
Begitu juga terjadi pada juga terjadi pada pekerjaan yang berlokasi di Batang Ketaping, Kenagarian GurunPanjang, Kecamatan Bayang dikerjakan PT. Mandiri Harapan Utama, nilai kontrak  Rp9,4  miliyar, waktu pelaksanaan 300 hari kalender, mulai 14 Januarin 2017 selesai 11 November 2017, pelaksana PT. Mandiri Harapan Utama, juga terjadi permasalahan pada pengadaan batu jetty.
 
Memang ada dua perusahaan yang menjadi suplayer, tapi mafia di Tarusan juga ikut campur dalam pengadaan batu jetty itu. Alhasil, pekerjaan sempat dihentikan selama seminggu.
 
Hebatnya, setelah mengacau dilokasi PT. Graha mafia tersebut, juga masuk pada pekerjaan PT. Mandiri Harapan Utama,” kata nara sumber itu, seraya mengatakan, mafia batu jetty itu, menjadi kendala pekerjaan proyek ini. NV
 
berita sebelumnya : http://www.nusantaranews.net/2017/03/menguak-mafia-batu-jetty-pekerjaan-krib.html
Previous Post Next Post