Pertambangan, Pemicu Bencana Di Sumbar

N3, Padang ~ Penanganan bencana banjir yang melanda Sumatera Barat masih berlangsung, pemerintah telah menetapkan masa tanggap darurat bagi 6  daerah yang terkena bencana selama 7 sampai 14 hari kedepan. Rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan baik tertutup oleh material longsoran ataupun tergerus oleh aliran banjir membuat ribuan masyarakat korban di berbagai nagari di Sumatera Barat terisolir dan belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Analisis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat terkait penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana ekologis di daerah ini adalah banyaknya aktifitas tambang di kawasan hutan dan daerah aliran sungai di Sumatera Barat sejak tahun 2009. 
Di Kabupaten Solok Selatan terdapat 22 Izin Usaha Pertambangan, dimana di Kecamatan Sangir Batanghari terdapat 9 Izin Usaha Pertambangan, 4 IUP berstatus operasi produksi dan 5 berstatus Eksplorasi dengan komoditas Emas, Logam dan Galena. Di Kecamatan Sungai Pagu terdapat 7 IUP dengan komoditas Emas, Bijih Besi dan Logam Dasar dimana 3 IUP operasi produksi dan 4 IUP Eksplorasi. Di Kecamatan Sangir terdapat 1 IUP tambang Emas dan di Kecamatan Pauh Duo terdapat 3 IUP tambang Bijih Besi dan Logam dengan status Eksplorasi dengan total wilayah izin usaha pertambangan seluas 31.480 Ha.
Di Kabupaten Solok, aktifitas tambang juga marak di Kecamatan Lembah Gumanti. Di Kecamatan ini terdapat 13 Izin Usaha Pertambangan dengan komoditas Tembaga, Kalsit, Besi dan Bijih Besi dimana 10 IUP telah melakukan kegiatan operasi produksi dan 3 IUP berstatus Eksplorasi dengan luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan sebesar 1.028 Ha. Selain di Kecamatan Lembah Gumanti, aktifitas tambang juga dilakukan sejak tahun 2009 di Nagari Lolo Kecamatan Pantai Cermin. Di Nagari Lolo terdapat 11 Izin Usaha Pertambangan dimana 10 IUP sudah melakukan aktifitas pertambangan sejak tahun 2009 dan 2010 untuk komoditas Tembaga, Besi dan Bijih Besi serta 1 IUP masih berstatus eksplorasi dengan luas wilayah izin usaha pertambangan sebesar 752,7 Ha.
Aktifitas tambang terbuka yang dilakukan selama 5 tahun terakhir dengan membuka kawasan yang dulunya memiliki tutupan vegetasi tentu memberi pengaruh terhadap kemampuan alam dalam menyerap air hujan dan aliran permukaan. Data Statistik Kehutanan di Sumatera Barat menunjukan, sampai tahun 2013 terdapat 19 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan Operasi Produksi Tambang dan Non Tambang seluas 2.805,65 Ha dan 15.689,89 Ha untuk 3 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan Eksplorasi tambang dan non tambang di Sumatera Barat. Data ini juga mencatat laju deforestasi di Sumatera Barat pertahun pada periode 2011/2012 adalah seluas 44.781,5 Ha dimana 30.049,6 Ha yang terjadi pada hutan konservasi alam, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan Hutan Produksi. Seluas 14.732 Ha terjadi deforestasi diluar kawasan hutan.
Di Kabupaten 50 Kota, khususnya di Kecamatan Pangkalan terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh kerusakan lingkungan. Faktor utamanya juga terjadi karena menurunnya kemampuan alam dalam menyerap air hujan akibat perubahan fungsi kawasan yang dulunya hutan menjadi kegiatan usaha pertambangan. Di Kecamatan Pangkalan terdapat 13 Izin Usaha Pertambangan, 11 IUP sudah melakukan kegiatan operasi produksi sejak 2009 dan 2010 dengan komoditas utama Timah Hitam, Batubara dan Batuan.
Melihat kondisi ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat memandang perlu segera dilakukan evaluasi terhadap izin-izin usaha pertambangan yang saat ini ada di Sumatera Barat dan melakukan moratorium izin baru kedepan. Jika Gubernur selaku pemilik kewenangan dalam mengeluarkan izin kedepan tidak menjadikan kejadian hari ini sebagai pembelajaran, maka kedepan Sumatera Barat akan selalu dilanda bencana. Di Musim Hujan kita akan panen banjir dan dimusim kemarau, warga akan kesulitan air. Abe
Previous Post Next Post